Senin, 23 Maret 2015

HAND OUT Mata Kuliah : Etika Profesi dan Hukum Kesehatan




HAND OUT

1.      Mata Kuliah   : Etika Profesi dan Hukum Kesehatan   
2.      Tingkat           : II
3.      Semester         : III (Tiga)
4.      Nama Dosen : Rosmeri Bukit,SKM
5.      Objek  :
Pada akhir perkuliahan mahasiswa harus mampu menjelaskan dan menerapkan prinsip etika moral dan moralitas  dalam pelayanan kebidanan


SUMBER
1.      Wahyuningsih, H.P. & Asmar Yetti Zein, 2005. Etika Profesi Kebidanan. Yogyakarta : Fitramaya
2.      Soepardan. S & Dadi Anwar Hadi, 2008. Etika Kebidanan & Hukum Kesehatan. Jakarta : EGC
3.      Marimbi, H. 2008. Etika dan kode Etik Profesi Kebidanan. Yogyakarta : Mitra Cendikia
4.      Sofyan, M. 2006. 50 Tahun IBI Bidan Menyongsong Masa Depan. Jakarta : PP IBI  
5.      Bertens K. 2004. Etika. Jakarta : Gramedia Pustaka Utama
6.      Ismani, N. 2001. Etika Keperawatan. Jakarta : Widya Medika 




Lampiran Materi

PRINSIP ETIKA DAN MORALITAS DALAM
PELAYANAN KEBIDANAN

A.    Pengertian  (Etika, Etiket, Moral, dan Hukum)
1.      Etika
Istilah etika berasal dari bahasa Yunani kuno “ethos” (dalam bentuk tunggal) yang berarti kebiasaan-kebiasaan tingkah laku manusia, adat, akhlak, watak, perasaan, sikap, dan cara berpikir. Dalam bentuk jamak “ta etha” mempunyai arti adat kebiasaan (Wahyuningsih, 2005:1).
Etika yang berasal dari bahasa Inggris “ethics” artinya pengertian, ukuran  tingkah laku atau perilaku manusia yang baik, yakni tindakan yang tepat yang harus dilaksanakan oleh manusia sesuai dengan moral pada umumnya (Wahyuningsih, 2005:2).
Etika yang berasal dari bahasa latin mos atau mores (jamak) artinya moral, yang berarti juga adat, kebiasaan, sehingga makna kata moral dan etika adalah sama, hanya bahasa asalnya berbeda (Wahyuningsih, 2005:2).
Menurut Kamus Umum Bahasa Indonesia (Poerwadarminta, 1953) etika dijelaskan sebagai ilmu pengetahuan tentang asas-asas akhlak (moral). Jadi kamus lama hanya mengenal satu arti, yaitu etika sebagai ilmu (Bertens, 2004:5).
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia yang baru (Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1988), etika dijelaskan dengan membedakan 3 arti :
1.    Ilmu tentang apa yang baik dan apa yang buruk dan tentang hak dan kewajiban moral (akhlak).
2.    Kumpulan asas atau nilai yang berkenaan dengan akhlak.
3.    Nilai mengenai benar dan salah yang dianut suatu golongan atau masyarakat. (Bertens, 2004:5)


Pembagian etika :
a.    Etika deskriptif
Etika deskriptif melukiskan tingkah laku moral dalam arti luas, misalnya adat kebiasaan, anggapan–anggapan tentang baik dan buruk, tindakan-tindakan yang diperbolehkan atau tidak diperbolehkan.
b.    Etika normatif
Etika normatif merupakan bagian terpenting dari etika. Etika normatif bersifat preskriptif (memerintahkan), tidak melukiskan melainkan menentukan benar atau tidaknya tingkah laku atau anggapan moral. Etika normatif bertujuan  merumuskan prinsip-prinsip etis yang dapat dipertanggungjawabkan dengan cara rasional dan dapat digunakan dalam praktek. Etika normatif terdiri dari etika umum dan etika khusus.
c.    Metaetika
Kata “meta” berasal dari bahasa Yunani yang berarti melebihi atau melampaui. Metaetika mempelajari logika khusus dari ucapan-ucapan etis.(Bertens, 2004:15-19)

2.      Etiket
Etiket berasal dari bahasa Inggris etiquette. Etika berarti moral, sedangkan etiket berarti sopan santun (Bertens, 2004:8).
     Persamaan etiket dan etika :
1.    Sama-sama menyangkut perilaku manusia.
2.    Memberi norma bagi perilaku manusia, yaitu menyatakan tentang apa yang harus dilakukan atau tidak boleh dilakukan.(Wahyuningsih, 2005:3)

    Perbedaan etiket dan etika :
Etiket
Etika
1)  Menyangkut cara suatu perbuatan yang  dilakukan.
Cth : memberikan barang keatasan harus menggunakan tangan kanan.



2)  Hanya berlaku dalam pergaulan, bila tidak ada orang lain tidak berlaku.
Cth : meletakkan kaki diatas meja
3)  Bersifat relatif, tidak sopan dalam satu kebudayaan, sopan dalam kebudayaan lain.
Cth : makan dengan tangan kanan atau bersendawa
4)  Memandang manusia dari segi lahiriah.
Cth : bias saja orang tampil seperti musang berbulu ayam, dari luar sangat sopan tapi didalam penuh kebusukan
1)    Tidak terbatas pada cara dilakukannya suatu perbuatan, memberi nilai tentang perbuatan itu sendiri.
Cth : Mencuri tetap merupakan norma etika, apakah orang mencuri pakai tangan kanan atau kiri
2) Selalu berlaku, tidak tergantung hadir atau tidaknya seseorang.


3) Bersifat absolut,
     contoh : jangan mencuri, jangan berbohong.adalah sesuatu yang tidak bisa ditawar-tawar

4) Memandang manusia dari segi batiniah.
(Wahyuningsih, 2005:3)

3.      Moral
Moral adalah nilai-nilai dan norma yang menjadi pegangan bagi seseorang atau suatu kelompok dalam mengatur tingkah lakunya. Moral juga berarti mengenai apa  yang dianggap baik atau buruk di masyarkat dalam suatu kurun waktu tertentu sesuai perkembangan atau perubahan norma atau nilai (Wahyuningsih, 2005:2-3).
Moralitas berasal dari bahasa Latin “moralis” yang artinya :
1.    Segi moral suatu perbuatan atau baik buruknya.
2.    Sifat moral atau keseluruhan asas dan nilai yang berkenaan dengan baik buruk.
(Wahyuningsih, 2005:3)
       Moralitas merupakan suatu gambaran manusiawi yang menyeluruh, moralitas  hanya terdapat pada manusia serta tidak terdapat pada makhluk lain selain manusia. Moralitas pada dasarnya sama dengan moral, moralitas suatu perbuatan artinya segi moral suatu perbuatan atau baik buruknya (Wahyuningsih, 2005:10).
Moralitas adalah sifat moral atau seluruh asas dan nilai yang menyangkut baik dan buruk. Kaitan etika dan moralitas adalah bahwa etika merupakan ilmu yang mempelajari tentang tingkah laku moral atau ilmu yang membahas tentang moralitas (Wahyuningsih, 2005:10).

4.      Hukum
Hukum berhubungan erat dengan moral. Hukum membutuhkan moral. Hukum tidak mempunyai arti kalau tidak dijiwai oleh moralitas. Sebaliknya moral juga berhubungan erat dengan hukum. Moral hanya sebatas hal yang abstrak saja tanpa adanya hukum. Contohnya, mencuri adalah moral yang tidak baik, supaya prinsip etis ini berakar di masyarakat, maka harus diatur dengan hukum (Wahyuningsih, 2005:4).
Perbedaan hukum dan moral menurut Bertens (2004):
Hukum
Moral
1.      Hukum ditulis sistematis, disusun dalam kitab UU, mempunyai kepastian lebih besar dan bersifat obyektif.
2.      Hukum membatasi pada tingkah laku lahiriah saja dan hukum meminta legalitas.
3.      Hukum bersifat memaksa dan mempunyai sanksi.
4.      Hukum didasarkan atas kehendak masyarakat dan negara, masyarakat atau negara dapat merubah hukum. Hukum tidak menilai moral.
1.    Moral bersifat subyektif, tidak tertulis  dan mempunyai ketidak- pastian lebih besar.
2.    Moral menyangkut sikap batin seseorang.
3.    Moral tidak bersifat memaksa, sanksi moral adalah hati nurani tidak tenang, sanksi dari Tuhan.
4.    Moral didasarkan pada norma-norma moral yang melebihi masyarakat dan negara, tidak dapat merubah moral. Moral menilai hukum.

B. Sistematika Etika
1. Etika deskriptif, yang memberikan gambaran dan ilustrasi tentang tingkah laku manusia ditinjau dari nilai baik dan buruk serta hal-hal mana yang boleh dilakukan sesuai dengan norma etis yang dianut oleh masyarakat.
2. Etika normatif, membahas dan mengkaji ukuran baik buruk tindakan manusia :
1)   Etika umum, yang membahas berbagai hal yang berhubungan dengan kondisi manusia untuk bertindak etis dalam mengambil kebijakan berdasarkan teori-teori dan prinsip-prinsip moral.
2)   Etika khusus :
(1)     Etika sosial menekankan tanggung jawab sosial dan hubungan antar sesama manusia dalam aktivitasnya.
(2)     Etika individu lebih menekankan pada kewajiban-kewajiban manusia sebagai pribadi.
(3)     Etika terapan adalah etika yang diterapkan pada profesi.
Pada tahun 2001 ditetapkan oleh MPR-RI dengan ketetapan MPR-RI No.VI/MPR/2001 tentang etika kehidupan bangsa. Etika kehidupan bangsa bersumber pada agama yang universal dan nilai-nilai luhur budaya bangsa yaitu Pancasila. Etika kehidupan berbangsa antara lain meliputi: etika sosial budaya, etika politik dan pemerintahan, etika ekonomi dan bisnis, etika penegakkan hukum yang berkeadilan, etika keilmuan, etika lingkungan, etika kedokteran dan etika kebidanan (http://kumpulan-segalamacam.blogspot.com/2008/07/pengertian-etika-dan-moral-dalam.html).
Etika umum dibedakan atas :
1) Hati nurani
Hati nurani akan memberikan penghayatan tentang baik atau buruk berhubungan denagn tingkah laku nyata kita.
2) Kebebasan dan tanggung jawab
Terdapat hubungan timbal balik antara kebebasan dan tanggung jawab, sehingga pengertian manusia bebas dengan sendirinya menerima juga bahwa manusia itu bertanggung jawab.
3)   Nilai dan Norma
Nilai merupakan sesuatu yang baik, sesuatu yang menarik, sesuatu yang dicari, sesuatu yang menyenangkan , sesuatu yang disukai, sesuatu yang diinginkan.
4)   Hak dan Kewajiban
Hak berkaitan dengan manusia yang bebas, terlepas dari segala ikatan dengan hukum obyektif. (Wahyuningsih, 2005:5-7)

C.   Fungsi Etika dan Moralitas dalam Pelayanan Kebidanan
1. Menjaga otonomi dari setiap individu khususnya bidan dan klien.
2. Menjaga kita untuk melakukan tindakan kebaikan dan mencegah tindakan yang merugikan/membahayakan orang lain.
3. Menjaga privacy setiap individu.
4. Mengatur manusia untuk berbuat adil dan bijaksana sesuai dengan porsinya.
5. Dengan etik kita mengetahui apakah suatu tindakan itu dapat diterima dan apa alasannya.
6. Mengarahkan pola pikir seseorang dalam bertindak atau dalam menganalisis suatu masalah.
7. Menghasilkan tindakan yang benar.
8. Mendapatkan informasi tentang hal yang sebenarnya.
9. Memberikan petunjuk terhadap tingkah laku/perilaku manusia antara baik, buruk, benar atau salah sesuai dengan moral yang berlaku pada umumnya.
10. Berhubungan dengan pengaturan hal-hal yang bersifat abstrak.
11. Memfasilitasi proses pemecahan masalah etik.
12.  Mengatur hal-hal yang bersifat praktik.
13. Mengatur tata cara pergaulan baik di dalam tata tertib masyarakat maupun tata cara di dalam organisasi profesi.
14.  Mengatur sikap, tindak tanduk orang dalam menjalankan tugas profesinya yang biasa disebut kode etik profesi.

D.  Sumber Etika
1.      Nilai-nilai atau value.
2.      Norma.
3.      Sosial budaya, dibangun oleh konstruksi sosial dan dipengaruhi oleh perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.
4.      Religius.
1)   Agama mempunyai hubungan erat dengan moral.
2)   Agama merupakan motivasi terkuat perilaku moral atau etik.
3)   Agama merupakan salah satu sumber nilai dan norma etis yang paling penting.
4)   Setiap agama mengandung ajaran moral yang menjadi pegangan bagi perilaku para anggotanya.
5.      Kebijakan atau policy maker, siapa stake holdernya dan bagaimana kebijakan yang dibuat sangat berpengaruh atau mewarnai etika maupun kode etik.
(Wahyuningsih, 2005:8)



E.  Hak, Kewajiban, Tanggung Jawab
Hak merupakan pengakuan yang dibuat oleh orang atau sekelompok orang terhadap orang atau sekelompok orang lain. Ada beberapa macam hak, yaitu hak legal, hak moral, hak individu, hak sosial, hak positif, dan hak negatif. Hak legal merupakan hak yang didasarkan atas hukum. Hak moral didasarkan pada prinsip atau etis (Wahyuningsih, 2005:7).
Setiap kewajiban seseorang berkaitan dengan hak orang lain dan setiap hak seseorang berkaitan dengan kewajiban orang lain untuk memenuhi hak tersebut. Menurut John Stuart Mill bahwa kewajiban meliputi kewajiban sempurna dan kewajiban tidak sempurna. Kewajiban sempurna artinya kewajiban didasarkan atas keadilan, selalu terkait dengan hak orang lain. Sedangkan kewajiban tidak sempurna, tidak terkait dengan hak orang lain tetapi bisa didasarkan atas kemurahan hati atau niat berbuat baik (Wahyuningsih, 2005:7-8).
            Tanggung jawab dalam arti sempit berarti bahwa seseorang harus mampu menjawab, tidak boleh mengelak bila dimintai penjelasan tentang perbuatannya. Tanggung jawab meliputi tanggung jawab terhadap perbuatan yang telah berlangsung dengan segala konsekuensinya, tanggung jawab terhadap perbuatan yang sedang dilaksanakan dan tanggung jawab terhadap perbuatan yang akan dating (Wahyuningsih, 2005:8).

 F. Kode Etik Profesi
Kode etik adalah norma-norma yang harus diindahkan oleh setiap profesi di dalam melaksanakan tugas profesinya di dalam hidupnya di masyarakat. Kode etik juga diartikan sebagai suatu ciri profesi yang berumber dari nilai-nilai internal dan eksternal suatu disiplin ilmu dan merupakan pengetahuan komprhensif suatu profesi yang memberikan tuntunan bagi anggota dalam melaksanakan pengabdian profesi (Wahyuningsih, 2005:4).
Kode etik profesi merupakan suatu pernyataan komprehensif dari profesi yang memberikan tuntunan bagi anggotanya untuk melaksanakan praktik dalam bidang profesinya baik yang berhubungan dengan klien/pasien, keluarga, masyarakat, teman sejawat, profesi dan dirinya sendiri. Namun dikatakan bahwa kode etik pada zaman dimana nilai–nilai peradaban semakin kompleks, kode etik tidak dapat lagi dipakai sebagai pegangan satu–satunya dalam menyelesaikan masalah etik, untuk itu dibutuhkan juga suatu pengetahuan yang berhubungan dengan hukum. Benar atau salah pada penerapan kode etik, ketentuan/nilai moral yang berlaku terpulang kepada profesi (http://kumpulan-segalamacam.blogspot.com/2008/07/pengertian-etika-dan-moral-dalam.html).
Pada dasarnya tujuan menciptakan atau merumuskan kode etik suatu profesi adalah untuk kepentingan anggota dan kepentingan organisasi yang meliputi :
1) Untuk menjunjung tinggi martabat dan citra profesi
Dalam hal ini yang dijaga adalah image dari pihak luar atau masyarakat, mencegah orang luar memandang rendah atau remeh suatu profesi. Oleh karena itu, setiap kode etik suatu profesi akan melarang berbagai bentuk tindak tanduk atau kelakuan anggota profesi yang dapat mencemarkan nama baik profesi di dunia luar. Dari segi ini kode etik juga disebut kode kehormatan.
2) Untuk menjaga dan memelihara kesejahteraan para anggota
Kesejahteraan yang dimaksud ialah kesejahteraan material, spiritual, atau mental. Dalam hal kesejahteraan material anggota profesi kode etik umumnya menerapkan larangan-larangan bagi anggotanya untuk melakukan perbuatan yang merugikan kesejahteraan. Kode etik juga menciptakan peraturan-peraturan yang ditujukan kepada pembahasan tingkah laku yang tidak pantas atau tidak jujur para anggota profesi dalam interaksinya dengan sesama anggota profesi.
3) Untuk meningkatkan pengabdian para anggota profesi
Kode etik juga berisi tujuan pengabdian profesi tertentu, sehingga para anggota profesi dapat dengan mudah mengetahui tugas dan tanggung jawab pengabdian profesinya. Oleh karena itu kode etik merumuskan ketentuan-ketentuan yang perlu dilakukan oleh para anggota profesi dalam menjalankan tugasnya.
4) Untuk meningkatkan mutu profesi
Kode etik juga memuat tentang norma-norma serta anjuran agar profesi selalu berusaha untuk meningkatkan mutu profesi sesuai dengan bidang pengabdiannya. Selain itu kode etik juga mengatur bagaimana cara memelihara dan meningkatkan mutu organisasi profesi (http://kumpulan-segalamacam.blogspot.com/2008/07/ pengertian-etika-dan-moral-dalam.html)



Dimensi kode etik menurut Wahyuningsih (2005:11) :
             1)     Anggota profesi dan klien.
             2)     Anggota profesi dan sistem.
             3)     Anggota profesi dan profesi lain.
             4)     Semua anggota profesi.
Prinsip kode etik menurut Wahyuningsih (2005:11) :
1)   Menghargai otonomi.
2)   Melakukan tindakan yang benar.
3)   Mencegah tindakan yang dapat merugikan.
4)   Memperlakukan manusia secara adil.
5)   Menjelaskan dengan benar.
6)   Menepati janji yang telah disepakati.
7)   Menjaga kerahasiaan.
Kode etik profesi bidan hanya ditetapkan oleh organisasi profesi, Ikatan Bidan Indonesia (IBI). Penetapan kode etik IBI harus dilakukan dalam kongres IBI. Kode etik profesi bidan akan mempunyai pengaruh dalam menegakkan disiplin di kalangan profesi bidan(Wahyuningsih, 2005:12).
Kode etik bidan di Indonesia pertama kali disusun pada tahun 1986 dan disyahkan dalam Kongres Nasional IBI X tahun 1988 dan petunjuk pelaksanaannya disyahkan dalam Rapat Kerja Nasional (Rakernas) IBI tahun 1991, kemudian disempurnakan dan disyahkan pada Kongres Nasional IBI XII tahun 1998 (http://kumpulan-segalamacam.blogspot.com/2008/07/pengertian-etika-dan-moral-dalam.html).
Secara umum kode etik tersebut berisi 7 bab yaitu :
1.    Kewajiban terhadap klien dan masyarakat.
2.    Kewajiban terhadap tugasnya.
3.    Kewajiban bidan terhadap sejawat dan tenaga kesehatan lainnya.
4.    Kewajiban bidan terhadap profesinya.
5.    Kewajiban bidan terhadap diri sendiri.
6.    Kewajiban bidan terhadap pemerintah, nusa, bangsa, dan tanah air.
7.    Penutup.