1.
Mata
Kuliah : Etika Profesi dan Hukum Kesehatan
2. Tingkat : II
3. Semester
: III
(Tiga)
4. Nama
Dosen : Rosmeri
Bukit,SKM
5. Objek :
Pada akhir perkuliahan mahasiswa harus
mampu menjelaskan dan menerapkan prinsip etika moral dan moralitas dalam pelayanan kebidanan
SUMBER
1. Wahyuningsih,
H.P. & Asmar Yetti Zein, 2005. Etika Profesi Kebidanan. Yogyakarta :
Fitramaya
2. Soepardan.
S & Dadi Anwar Hadi, 2008. Etika Kebidanan & Hukum Kesehatan. Jakarta :
EGC
3. Marimbi, H. 2008. Etika dan kode Etik Profesi Kebidanan. Yogyakarta
: Mitra Cendikia
4. Sofyan,
M. 2006. 50 Tahun IBI Bidan Menyongsong Masa Depan. Jakarta : PP IBI
5. Bertens
K. 2004. Etika. Jakarta : Gramedia Pustaka Utama
6. Ismani,
N. 2001. Etika Keperawatan. Jakarta : Widya Medika
Lampiran Materi
PRINSIP
ETIKA
DAN MORALITAS DALAM
PELAYANAN
KEBIDANAN
A.
Pengertian
(Etika, Etiket, Moral, dan Hukum)
1.
Etika
Istilah etika
berasal dari bahasa Yunani kuno “ethos” (dalam
bentuk tunggal) yang berarti kebiasaan-kebiasaan tingkah laku manusia, adat,
akhlak, watak, perasaan, sikap, dan cara berpikir. Dalam bentuk jamak “ta etha” mempunyai arti adat kebiasaan
(Wahyuningsih, 2005:1).
Etika yang
berasal dari bahasa Inggris “ethics”
artinya pengertian, ukuran tingkah laku
atau perilaku manusia yang baik, yakni tindakan yang tepat yang harus dilaksanakan
oleh manusia sesuai dengan moral pada umumnya (Wahyuningsih, 2005:2).
Etika yang berasal dari bahasa latin “mos”
atau “mores” (jamak)
artinya
moral, yang berarti juga adat, kebiasaan, sehingga makna kata moral dan etika
adalah sama, hanya bahasa asalnya berbeda (Wahyuningsih, 2005:2).
Menurut
Kamus Umum Bahasa Indonesia (Poerwadarminta, 1953) etika dijelaskan sebagai
ilmu pengetahuan tentang asas-asas akhlak (moral). Jadi kamus lama hanya
mengenal satu arti, yaitu etika sebagai ilmu (Bertens, 2004:5).
Menurut
Kamus Besar Bahasa Indonesia yang baru (Departemen Pendidikan dan Kebudayaan,
1988), etika dijelaskan dengan membedakan 3 arti :
1. Ilmu
tentang apa yang baik dan apa yang buruk dan tentang hak dan kewajiban moral
(akhlak).
2. Kumpulan
asas atau nilai yang berkenaan dengan akhlak.
3. Nilai
mengenai benar dan salah yang dianut suatu golongan atau masyarakat. (Bertens, 2004:5)
Pembagian
etika :
a. Etika
deskriptif
Etika deskriptif
melukiskan tingkah laku moral dalam arti luas, misalnya adat kebiasaan,
anggapan–anggapan tentang baik dan buruk, tindakan-tindakan yang diperbolehkan
atau tidak diperbolehkan.
b. Etika
normatif
Etika normatif
merupakan bagian terpenting dari etika. Etika normatif bersifat preskriptif (memerintahkan),
tidak melukiskan melainkan menentukan benar atau tidaknya tingkah laku atau
anggapan moral. Etika normatif bertujuan
merumuskan prinsip-prinsip etis yang dapat dipertanggungjawabkan dengan
cara rasional dan dapat digunakan dalam praktek. Etika normatif terdiri dari
etika umum dan etika khusus.
c. Metaetika
Kata “meta” berasal
dari bahasa Yunani yang berarti melebihi atau melampaui. Metaetika mempelajari
logika khusus dari ucapan-ucapan etis.(Bertens, 2004:15-19)
2.
Etiket
Etiket berasal dari bahasa Inggris “etiquette”. Etika berarti moral,
sedangkan etiket berarti sopan santun
(Bertens, 2004:8).
Persamaan etiket dan etika :
1. Sama-sama
menyangkut perilaku manusia.
2. Memberi
norma bagi perilaku manusia, yaitu menyatakan tentang apa yang harus dilakukan
atau tidak boleh dilakukan.(Wahyuningsih, 2005:3)
Perbedaan etiket dan etika :
Etiket
|
Etika
|
1) Menyangkut cara suatu perbuatan yang dilakukan.
Cth : memberikan barang keatasan harus menggunakan tangan kanan.
2) Hanya berlaku dalam pergaulan, bila tidak ada orang
lain tidak berlaku.
Cth : meletakkan kaki diatas meja
3) Bersifat relatif, tidak sopan dalam satu kebudayaan, sopan dalam
kebudayaan lain.
Cth : makan dengan tangan kanan atau bersendawa
4)
Memandang manusia
dari segi lahiriah.
Cth : bias saja orang tampil seperti musang berbulu ayam, dari luar
sangat sopan tapi didalam penuh kebusukan
|
1)
Tidak terbatas pada
cara dilakukannya suatu perbuatan, memberi nilai tentang perbuatan itu
sendiri.
Cth : Mencuri tetap merupakan norma etika, apakah
orang mencuri pakai tangan kanan atau kiri
2)
Selalu berlaku, tidak tergantung hadir atau tidaknya seseorang.
3) Bersifat absolut,
contoh : jangan
mencuri, jangan berbohong.adalah sesuatu yang tidak bisa ditawar-tawar
4) Memandang manusia dari segi batiniah.
|
(Wahyuningsih, 2005:3)
3.
Moral
Moral
adalah nilai-nilai dan norma yang menjadi pegangan bagi seseorang atau suatu
kelompok dalam mengatur tingkah lakunya. Moral juga berarti mengenai apa yang dianggap baik atau buruk di masyarkat
dalam suatu kurun waktu tertentu sesuai perkembangan atau perubahan norma atau
nilai (Wahyuningsih,
2005:2-3).
Moralitas
berasal dari bahasa Latin “moralis”
yang artinya :
1. Segi
moral suatu perbuatan atau baik buruknya.
2. Sifat
moral atau keseluruhan asas dan nilai yang berkenaan dengan baik buruk.
(Wahyuningsih, 2005:3)
Moralitas merupakan suatu gambaran manusiawi yang menyeluruh,
moralitas hanya terdapat pada manusia serta
tidak terdapat pada makhluk lain selain manusia. Moralitas pada dasarnya sama
dengan moral, moralitas suatu perbuatan artinya segi moral suatu perbuatan atau
baik buruknya (Wahyuningsih, 2005:10).
Moralitas
adalah sifat moral atau seluruh asas dan nilai yang menyangkut baik dan buruk.
Kaitan etika dan moralitas adalah bahwa etika merupakan ilmu yang mempelajari
tentang tingkah laku moral atau ilmu yang membahas tentang moralitas (Wahyuningsih,
2005:10).
4.
Hukum
Hukum
berhubungan erat dengan moral. Hukum membutuhkan
moral. Hukum tidak mempunyai
arti kalau tidak dijiwai oleh moralitas. Sebaliknya moral juga berhubungan erat dengan hukum. Moral hanya sebatas hal yang abstrak saja tanpa adanya hukum. Contohnya, mencuri adalah moral yang
tidak baik, supaya prinsip etis ini berakar di masyarakat, maka harus diatur
dengan hukum (Wahyuningsih, 2005:4).
Perbedaan
hukum dan moral menurut Bertens
(2004):
Hukum
|
Moral
|
1.
Hukum ditulis
sistematis, disusun dalam kitab UU, mempunyai kepastian lebih besar dan
bersifat obyektif.
2.
Hukum membatasi pada tingkah
laku lahiriah saja dan hukum meminta legalitas.
3.
Hukum bersifat
memaksa dan mempunyai sanksi.
4.
Hukum didasarkan atas
kehendak masyarakat dan negara, masyarakat atau negara dapat merubah hukum.
Hukum tidak menilai moral.
|
1. Moral
bersifat subyektif, tidak tertulis dan
mempunyai ketidak- pastian lebih besar.
2.
Moral menyangkut
sikap batin seseorang.
3.
Moral tidak bersifat
memaksa, sanksi moral adalah hati nurani tidak tenang, sanksi dari Tuhan.
4. Moral didasarkan pada norma-norma moral yang melebihi
masyarakat dan negara, tidak dapat merubah moral.
Moral menilai hukum.
|
B. Sistematika Etika
1. Etika
deskriptif, yang memberikan gambaran dan ilustrasi tentang tingkah laku
manusia ditinjau dari nilai baik dan buruk serta hal-hal mana yang boleh
dilakukan sesuai dengan norma etis yang dianut oleh masyarakat.
2. Etika normatif, membahas dan mengkaji ukuran baik buruk tindakan manusia :
1) Etika umum,
yang
membahas berbagai hal yang berhubungan dengan kondisi manusia untuk bertindak etis dalam mengambil
kebijakan berdasarkan teori-teori dan prinsip-prinsip moral.
2) Etika khusus :
(1) Etika sosial menekankan
tanggung jawab sosial dan hubungan antar sesama manusia dalam aktivitasnya.
(2) Etika individu lebih
menekankan pada kewajiban-kewajiban manusia sebagai pribadi.
(3) Etika terapan adalah etika yang diterapkan pada profesi.
Pada tahun 2001 ditetapkan oleh MPR-RI dengan ketetapan MPR-RI No.VI/MPR/2001 tentang etika kehidupan bangsa. Etika kehidupan bangsa
bersumber pada agama yang universal dan nilai-nilai luhur budaya bangsa yaitu Pancasila. Etika kehidupan
berbangsa antara lain meliputi: etika sosial budaya, etika politik dan pemerintahan,
etika ekonomi dan bisnis, etika penegakkan hukum yang berkeadilan, etika
keilmuan, etika lingkungan, etika kedokteran dan etika kebidanan (http://kumpulan-segalamacam.blogspot.com/2008/07/pengertian-etika-dan-moral-dalam.html).
Etika umum dibedakan atas
:
1) Hati nurani
Hati nurani akan memberikan
penghayatan tentang baik atau buruk berhubungan denagn tingkah laku nyata kita.
2) Kebebasan dan tanggung jawab
Terdapat
hubungan timbal balik antara kebebasan dan tanggung jawab, sehingga pengertian
manusia bebas dengan sendirinya menerima juga bahwa manusia itu bertanggung
jawab.
3) Nilai
dan Norma
Nilai merupakan sesuatu
yang baik, sesuatu yang menarik, sesuatu yang dicari, sesuatu yang menyenangkan
, sesuatu yang disukai, sesuatu yang diinginkan.
4) Hak
dan Kewajiban
Hak berkaitan dengan
manusia yang bebas, terlepas dari segala ikatan dengan hukum obyektif. (Wahyuningsih,
2005:5-7)
C. Fungsi Etika dan Moralitas dalam
Pelayanan Kebidanan
1. Menjaga otonomi dari setiap individu khususnya bidan
dan klien.
2. Menjaga
kita untuk melakukan tindakan kebaikan dan mencegah tindakan yang
merugikan/membahayakan orang lain.
3. Menjaga privacy
setiap individu.
4. Mengatur
manusia untuk berbuat adil dan bijaksana sesuai dengan porsinya.
5. Dengan etik kita mengetahui apakah suatu tindakan
itu dapat diterima dan apa alasannya.
6. Mengarahkan pola pikir seseorang dalam bertindak
atau dalam menganalisis suatu masalah.
7. Menghasilkan
tindakan yang benar.
8. Mendapatkan
informasi tentang hal yang sebenarnya.
9. Memberikan
petunjuk terhadap tingkah laku/perilaku manusia antara baik, buruk, benar atau
salah sesuai dengan moral yang berlaku pada umumnya.
10. Berhubungan
dengan pengaturan hal-hal yang bersifat abstrak.
11. Memfasilitasi
proses pemecahan masalah etik.
12. Mengatur
hal-hal yang bersifat praktik.
13. Mengatur
tata cara pergaulan baik di dalam tata tertib masyarakat maupun tata cara di
dalam organisasi profesi.
14. Mengatur sikap, tindak tanduk orang dalam
menjalankan tugas profesinya yang biasa disebut kode etik profesi.
D. Sumber
Etika
1.
Nilai-nilai atau value.
2. Norma.
3. Sosial
budaya, dibangun oleh konstruksi sosial dan dipengaruhi oleh perkembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi.
4. Religius.
1) Agama
mempunyai hubungan erat dengan moral.
2) Agama
merupakan motivasi terkuat perilaku moral atau etik.
3) Agama
merupakan salah satu sumber nilai dan norma etis yang paling penting.
4) Setiap
agama mengandung ajaran moral yang menjadi pegangan bagi perilaku para
anggotanya.
5.
Kebijakan atau policy maker, siapa stake holdernya dan bagaimana kebijakan yang dibuat sangat
berpengaruh atau mewarnai etika maupun kode etik.
(Wahyuningsih, 2005:8)
E. Hak,
Kewajiban, Tanggung Jawab
Hak
merupakan pengakuan yang dibuat oleh orang atau sekelompok orang terhadap orang
atau sekelompok orang lain. Ada beberapa macam hak, yaitu hak legal, hak moral, hak individu, hak sosial,
hak positif, dan hak negatif. Hak legal merupakan hak yang didasarkan atas hukum.
Hak moral didasarkan pada prinsip atau etis (Wahyuningsih, 2005:7).
Setiap
kewajiban seseorang berkaitan dengan hak orang lain dan setiap hak seseorang
berkaitan dengan kewajiban orang lain untuk memenuhi hak tersebut. Menurut John
Stuart Mill bahwa kewajiban meliputi kewajiban sempurna dan kewajiban tidak sempurna.
Kewajiban sempurna artinya kewajiban didasarkan atas keadilan, selalu terkait
dengan hak orang lain. Sedangkan kewajiban tidak sempurna, tidak terkait dengan
hak orang lain tetapi bisa didasarkan atas kemurahan hati atau niat berbuat
baik (Wahyuningsih, 2005:7-8).
Tanggung jawab dalam arti sempit berarti bahwa seseorang harus
mampu menjawab, tidak boleh mengelak bila dimintai penjelasan tentang
perbuatannya. Tanggung jawab meliputi tanggung jawab terhadap perbuatan yang
telah berlangsung dengan segala konsekuensinya, tanggung jawab terhadap
perbuatan yang sedang dilaksanakan dan tanggung jawab terhadap perbuatan yang
akan dating (Wahyuningsih, 2005:8).
F. Kode
Etik Profesi
Kode etik adalah norma-norma yang harus
diindahkan oleh setiap profesi di dalam melaksanakan tugas profesinya di dalam
hidupnya di masyarakat. Kode etik juga diartikan sebagai suatu ciri profesi
yang berumber dari nilai-nilai internal dan eksternal suatu disiplin ilmu dan
merupakan pengetahuan komprhensif suatu profesi yang memberikan tuntunan bagi
anggota dalam melaksanakan pengabdian profesi (Wahyuningsih, 2005:4).
Kode etik
profesi merupakan suatu pernyataan
komprehensif dari profesi yang memberikan tuntunan bagi anggotanya untuk
melaksanakan praktik dalam bidang profesinya baik yang berhubungan dengan klien/pasien, keluarga, masyarakat, teman sejawat,
profesi dan dirinya sendiri. Namun dikatakan bahwa kode etik pada zaman dimana
nilai–nilai peradaban semakin kompleks, kode etik tidak dapat lagi
dipakai sebagai pegangan satu–satunya dalam menyelesaikan masalah etik, untuk
itu dibutuhkan juga suatu pengetahuan yang berhubungan
dengan hukum. Benar atau salah pada penerapan kode etik, ketentuan/nilai moral
yang berlaku terpulang kepada profesi (http://kumpulan-segalamacam.blogspot.com/2008/07/pengertian-etika-dan-moral-dalam.html).
Pada dasarnya tujuan menciptakan atau merumuskan kode etik suatu profesi
adalah untuk kepentingan anggota dan
kepentingan organisasi yang meliputi :
1) Untuk
menjunjung tinggi martabat dan citra profesi
Dalam hal ini yang dijaga adalah image dari pihak luar atau masyarakat,
mencegah orang luar memandang rendah atau remeh suatu profesi. Oleh karena itu,
setiap kode etik suatu profesi akan melarang berbagai bentuk tindak tanduk atau
kelakuan anggota profesi yang dapat mencemarkan nama baik profesi di dunia
luar. Dari segi ini kode etik juga disebut kode kehormatan.
2)
Untuk menjaga dan memelihara kesejahteraan para anggota
Kesejahteraan yang dimaksud ialah kesejahteraan material, spiritual,
atau mental. Dalam hal kesejahteraan material anggota profesi kode etik umumnya
menerapkan larangan-larangan bagi anggotanya untuk melakukan perbuatan yang
merugikan kesejahteraan. Kode etik juga menciptakan peraturan-peraturan yang
ditujukan kepada pembahasan tingkah laku
yang tidak pantas atau tidak jujur para anggota profesi dalam interaksinya
dengan sesama anggota profesi.
3) Untuk meningkatkan
pengabdian para anggota profesi
Kode etik juga berisi tujuan pengabdian profesi tertentu, sehingga para
anggota profesi dapat dengan mudah mengetahui tugas dan tanggung jawab pengabdian
profesinya. Oleh karena itu kode etik merumuskan ketentuan-ketentuan yang perlu dilakukan oleh para anggota profesi
dalam menjalankan tugasnya.
4)
Untuk meningkatkan mutu profesi
Kode etik juga
memuat tentang norma-norma serta anjuran agar profesi selalu berusaha untuk
meningkatkan mutu profesi sesuai dengan bidang pengabdiannya. Selain itu kode etik juga mengatur bagaimana cara memelihara dan
meningkatkan mutu organisasi profesi (http://kumpulan-segalamacam.blogspot.com/2008/07/ pengertian-etika-dan-moral-dalam.html)
Dimensi kode etik
menurut Wahyuningsih (2005:11) :
1) Anggota profesi dan klien.
2) Anggota profesi dan sistem.
3) Anggota profesi dan profesi lain.
4) Semua anggota profesi.
Prinsip kode etik
menurut Wahyuningsih (2005:11) :
1)
Menghargai otonomi.
2)
Melakukan tindakan yang benar.
3)
Mencegah tindakan yang dapat merugikan.
4)
Memperlakukan manusia secara adil.
5)
Menjelaskan dengan benar.
6)
Menepati janji yang telah disepakati.
7)
Menjaga kerahasiaan.
Kode etik profesi bidan hanya ditetapkan oleh organisasi profesi, Ikatan
Bidan Indonesia (IBI). Penetapan kode etik
IBI harus dilakukan dalam kongres IBI. Kode etik profesi bidan akan
mempunyai pengaruh dalam menegakkan disiplin di kalangan profesi bidan(Wahyuningsih, 2005:12).
Kode
etik bidan di Indonesia pertama kali disusun pada tahun 1986 dan disyahkan
dalam Kongres Nasional IBI X tahun 1988 dan petunjuk pelaksanaannya disyahkan
dalam Rapat Kerja Nasional (Rakernas) IBI tahun 1991, kemudian disempurnakan
dan disyahkan pada Kongres Nasional IBI XII tahun 1998 (http://kumpulan-segalamacam.blogspot.com/2008/07/pengertian-etika-dan-moral-dalam.html).
Secara umum kode
etik tersebut berisi 7 bab yaitu :
1. Kewajiban terhadap klien dan masyarakat.
2.
Kewajiban terhadap
tugasnya.
3.
Kewajiban bidan terhadap sejawat dan tenaga kesehatan lainnya.
4.
Kewajiban bidan terhadap profesinya.
5.
Kewajiban bidan terhadap diri sendiri.
6.
Kewajiban bidan terhadap pemerintah, nusa, bangsa, dan tanah air.
7.
Penutup.