Kamis, 12 September 2013

ayat kursi (playlist)

Asmaul Husna

penyakit lupa

Lupa dalam kehidupan sehari-hari adalah hal yang wajar, karena sumber perhatian begitu banyak. Hal ini tidak ada kaitannya dengan kondisi kesehatan saraf. Tetapi, ketika semua faktor pemecah atensi itu sudah dikesampingkan dan seseorang masih lupa juga,  dan lupanya bersifat kronis, menurut dr. Muhammad Radhian Arief, Sp.BS, spesialis bedah saraf dari RSCM, Jakarta, berarti ada sesuatu yang salah.

Pusat memori ada di otak, namanya sistem limbik. Fungsinya, menghasilkan perasaan, mengatur produksi hormon, rasa haus, rasa lapar, dorongan seks, pusat rasa senang, metabolisme dan juga pusat memori. “Karena otak kita merupakan jejaring yang sangat kompleks, kabel saraf itu juga berhubungan ke daerah lain, seperti jaringan yang terkait dengan fungsi kognitif dan komunikasi. Kalau kedua hal itu ikut terganggu, maka harus curiga ada sesuatu yang terjadi di pusat lupa itu, ibaratnya kabel yang rusak, ada fungsinya yang tidak jalan,” jelas dokter yang akrab disapa dr. Andra.

Kapan pikun itu bisa disebut parah? Ketika menjadi gejala patologis, yang biasanya disertai dengan gejala lain. “Saking parahnya, seseorang itu bahkan menemukan kesulitan untuk melakukan aktivitas hariannya, seperti, makan, berpakaian, mandi, dan sebagainya. Kondisinya jauh lebih berat daripada yang kita pikirkan,” tutur dr. Andra. 

Lupa yang patologis itu disebut juga dengan sindrom dementia. Sindrom ini tidak hanya menimpa orang tua, tetapi juga bisa kalangan orang muda. Menurut dr. Andra, sebenarnya dementia bukan penyakit, tapi kumpulan gejala yang terjadi karena kerusakan otak, yang bisa disebabkan oleh berbagai hal. Gejala lainnya, selain lupa, yakni, intelektual turun, sulit berkomunikasi, dan lupanya bersifat progresif.

Di luar negeri, kejadian dementia yang tertinggi adalah disebabkan oleh Alzheimer. Jumlahnya di atas 50 persen. Namun tidak demikian dengan di Indonesia. Menurut dr. Andra, penyebab selain Alzheimer, yakni penyakit-penyakit berbahaya yang menyebabkan kerusakan otak, di Indonesia jumlahnya cukup tinggi. Beberapa penyakit itu, antara lain, tumor otak, infeksi pada otak, trauma kepala (akibat benturan atau kecelakaan), TBC, dan stroke.