Senin, 30 November 2015

Penelitian PENGARUH PEMBERIAN EKSTRAK CURCUMA LONGA LINN TERHADAP KADAR HORMON ESTRADIOL DAN PROGESTERON TIKUS PUTIH BETINA (Rattus Norvegicus)





PENGARUH PEMBERIAN EKSTRAK CURCUMA LONGA LINN  TERHADAP KADAR HORMON ESTRADIOL DAN  PROGESTERON TIKUS PUTIH BETINA
 (Rattus Norvegicus)




OLEH :

ROSMERI BR BUKIT




 









ABSTRACT

Curcuma Longa Linn reported as an inhibitor of cyclooxygenase-2 (cox-2) which inhibit the biosynthesis of prostaglandins, prostaglandin is a powerful vasoconstrictor and causes uterine contractions. Curcuma Longa Linn can be used as a regulator of fertility, also reported as anti-fertility. Curcuma Longa Linn curcuma longa linn also reported to decrease the production of progesterone and increase activity of apoptosis in granulosa cell culture of ovarian follicles of various sizes.
This study aims to determine the effect of extract of Curcuma longa linn on hormone levels of estradiol and progesterone in mice.Laboratory experimental study conducted using post test study design only control group design.
Research sample is Rattus Norvegicus rat strains Sprague Dawley adult female and not pregnant, as many as 24 animals which were divided into 4 groups consisting of a control group and 3 treatment groups.Treatment is based on large doses of Curcuma Longa Linn, treatment (p) 1 dose of 2.25 mg/200gr rats/day, p2 dose of 4.5 mg/200gr rats/day  and p3 9mg/200gr rats/day. Parameters assessed in the study is the difference in hormone levels of estradiol and progesterone between control and p1, p2 and p3. Research results were analyzed by ANOVA and followed post-hoc-test (Bonferroni).
Results of research on levels of estradiol and progesterone showed a very signifikan (p<0,01) means that there are differences in hormone levels of estradiol and progesterone between the control and treatment. Decrease in estradiol and progesterone hormone levels comparable to the amount of Curcuma longa linn dose given for 12 days.
Conclusions of this study is the greater dose of Curcuma longa linn given the lower the average score of estradiol and progesterone hormone levels of female white rats (rattus norvegicus).
Key Word : Curcuma Longa Linn,Hormone, Estradiol and Progesterone

PENDAHULUAN
Jumlah penduduk Indonesia berdasarkan hasil sensus 2010 mencapai kisaran 238 juta orang. Jumlah ini jauh dari prediksi Bappenas dan BPS yang memproyeksikan penduduk Indonesia pada 2010 bakal berada di kisaran 231,4 juta, dan pada 2015 mencapai 249,7 juta jiwa. Hasil ini menempatkan Indonesia tetap sebagai negara berpenduduk terbanyak keempat di dunia setelah China, India, dan Amerika Serikat, Menurut Hasil Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia pada tahun 2007, baby booming diperkirakan bakal terjadi pada tahun 2015. Apabila progam KB tidak berhasil dilakukan, maka jumlah penduduk Indonesia dapat mencapai rekor 264,5 juta jiwa (Azhar, 2010).
Pada tahun 2020, tanpa KB penduduk Indonesia diperkirakan akan mencapai 261 juta jiwa. Oleh karena itu Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) menyatakan, Indonesia harus segera menekan laju pertumbuhan penduduk, karena, saat ini laju pertumbuhan penduduk Indonesia memang cukup tinggi, yakni 2,6 juta jiwa per tahun. Jika hal ini tidak diatasi, maka 10 tahun lagi Indonesia akan mengalami ledakan penduduk. Pada 2006 rata-rata angka kelahiran mencapai 2,6 anak per wanita subur. Angka tersebut tidak berubah pada 2007, sedangkan laju pertumbuhan penduduk rata-rata masih 2,6 juta jiwa per tahun. (Azhar,2010)
Jika KB berhasil menekan angka laju pertumbuhan 0,5% per tahun, maka jumlah penduduk 2020 hanya naik menjadi sekitar 246 juta jiwa. Ini berarti KB bisa menekan angka kelahiran sebanyak 15 juta jiwa dalam 11 tahun, atau 1,3 juta jiwa dalam setahun.
Jika penurunan laju pertumbuhan penduduk sebanyak itu bisa tercapai, berarti negara bisa menghemat triliunan rupiah untuk biaya pendidikan dan pelayanan kesehatan. Selain itu, dengan jumlah kelahiran yang terkendali, target untuk meningkatkan pendidikan, kesehatan ibu dan anak, pengurangan angka kemiskinan, dan peningkatan pendapatan per kapitan dapat lebih mudah direalisasikan. (Shihab, 2005)
Pengendalian jumlah penduduk yang telah dilaksanakan oleh pemerintah antara lain dengan pengendalian angka kelahiran melalui program Keluarga Berencana (Moelok.,2005). Keluarga Berencana (KB) merupakan suatu usaha yang harus dilakukan oleh suami dan istri namun sampai saat ini hasilnya belum memuaskan, dilihat dari jumlah kelahiran perwanita masih terhitung 2,23 anak, dimana idealnya 2,1 anak perwanita. Untuk tahun 2025 pemerintah menargetkan sebesar 2,07 anak perwanita.(Azhar, 2010)
 Selama ini Kontrasepsi yang lazim digunakan baik pria maupun wanita masih berupa bahan sintetis seperti IUD, KB suntik, tubektomi, kondom, vasektomi dan hormon, Ternyata KB tersebut bagi sipemakai menimbulkan beberapa efek samping diantaranya infeksi pada vagina, timbulnya hiperpigmentasi, kenaikan berat badan, alergi dan lain lain.Oleh karena itu  pada saat ini beberapa peneliti beralih untuk mencari bahan kontrasepsi alamiah yang efektif dan sedikit menimbulkan efek samping (Kuswinarti et al.,2002).
Masyarakat Indonesia, sudah lama memakai bahan yang berasal dari alam untuk tujuan pengobatan umumnya. Dasar pemilihan tanaman obat tradisional adalah berdasarkan pengalaman-pengalaman mereka sehingga pendekatannya tidak sulit (Kuswinarti et al,, 2002). Tanaman obat menurut Departemen Kesehatan RI bagian tanaman yang digunakan sebagai bahan obat tradisional atau jamu, atau sebagai bahan pemula bahan baku obat             (prekusor) atau ekstrak tanaman yang dapat digunakam sebagai obat (Jayaprakasha dkk,2006).
Kunir atau kunyit (Curcuma longa Linn. syn. Curcuma domestica Val.) termasuk salah satu tanaman rempah dan obat asli dari wilayah Asia Tenggara. Tanaman ini kemudian mengalami persebaran ke daerah Malaysia, Indonesia, Australia bahkan Afrika. Hampir setiap orang Indonesia dan India serta bangsa Asia umumnya pernah mengkonsumsi tanaman rempah ini, baik sebagai pelengkap bumbu masakan, jamu atau untuk menjaga kesehatan dan kecantikan. Kunyit adalah rempah-rempah yang biasa digunakan dalam masakan di negara-negara Asia. Kunyit sering digunakan dalam masakan sejenis gulai, dan juga digunakan untuk memberi warna kuning pada masakan. (Jayaprakasha dkk,2006).
 Ekstrak kering rimpang kunyit curcuma longa L dan temulawak (curcuma xanthorrhiji roxb) dikenal sebagai zat warna kuning yang merupakan sumber alami kurkumin. Zat ini merupakan kandungan aktif dari kurkuma dan merupakan salah satu obat tradisional yang digunakan masyarakat Indonesia disamping menggunakan rimpang kunyit dan temulawak sebagai bahan untuk bumbu masak, pewarna makanan, jamu juga mempergunakan kunyit untuk mencegah dan pengobatan pada berbagai penyakit setelah melahirkan, saat datang mensturasi, dan untuk mengatur kesuburan. (Jayaprakasha dkk,2006).
Saat ini kurkumin banyak diteliti berkaitan dengan upaya pengkajian sebagai obat antiinflamasi dan antikanker. Kurkumin dilaporkan sebagai inhibitor siklooksigenase-2 (COX-2) yang menghambat biosintesis prostaglandin. Prostaglandin merupakan suatu vasokonstriktor kuat dan menyebabkan kontraksi uterus (Ganong,2003). Pengaruh kurkumin terhadap sistem reproduksi mulai dikaji pada sejumlah penelitian awal. Nurcahyo Heru (2003) , melaporkan kurkumin dapat digunakan sebagai pengatur kesuburan. Kurkumin juga dilaporkan sebagai anti fertilitas (Nurcahyo Heru, 2003). Chattopadhy et al.,2004 menunjukkan bahwa Petroleum ether dan air kurkuma menyebabkan antifertilitas kuat. Kurkumin dilaporkan juga dapat menurunkan produksi progesteron pada akumulasi cAMP akibat pemberian teofilin pada kultur sel luteal tikus (Nurcahyo dan Soejono,2001). Kurkumin meningkatkan aktivitas apoptosis pada kultur sel granulosa berbagai ukuran folikel ovarium (Nurcahyo 2003). Huang et al., (1991), melaporkan bahwa sintetis prostaglandin dihambat oleh kurkumin melalui penghambatan cyclooxigenase. Hastati, (2006) menduga bahwa penghambatan cyclooxigenase terjadi karena kurkumin diduga mempunyai struktur molekul dan reseptor yang mirip dengan prostaglandin.
Penelitian Maligalig dkk. pada tahun 1994 telah membuktikan adanya aktivitas estrogenik dari infus rimpang C. domestica. Hal tersebut diduga berasal dari kandungan fitosteroid berupa kampesterol, sitosterol, dan stigmasterol. Ketiga senyawa fitosteroid tersebut memiliki kemiripan struktur dengan kolesterol yang merupakan prekursor pembentukan hormon seks, salah satunya hormon estrogen. ( Ismadi 1993)
Salah satu gangguan reproduksi pada wanita, yaitu terjadinya gangguan hormonal. Gangguan hormonal dapat menyebabkan gangguan dalam proses perkembangan dan pembentukan ovum melalui proses oogenesis. Oogenesis ini terjadi didalam ovarium melalui tahapan-tahapan tertentu dan dikendalikan oleh hormonal, terutama hormon gonadotropin Follicle Stimulating Hormone (FSH) dan Luteinizing Hormone (LH), Estrogen dan progesteron.  Hormon gonadotropin ini dihasilkan oleh kelenjar hipofise anterior melalui stimulasi Gonadotropin Releasing Hormone (GnRH) dari hipotalamus. (Ganong, 2001).
Secara normal hormon pelepas gonadotropin atau GnRH memicu hipofisis anterior mengeluarkan hormon  FSH. FSH memicu pematangan folikel di ovarium sehingga terjadi sintesis estrogen dalam jumlah besar. Estrogen menyebabkan terjadinya proliferasi sel-sel endometrium. Estrogen yang tinggi ini memberi tanda kepada hipofisis untuk mengeluarkan hormon LH. Pengeluarkan LH ini menyebabkan terjadinya ovulasi dan memicu korpus luteum untuk mensintesis progesteron. Progesteron menyebabkan terjadinya perubahan sekretorik pada endometrium disebut juga fase luteal. Jika terjadi gangguan pada hormon FSH dan LH tidak akan menyebabkan terbentuk sel telur, hormon estrogen dan progesteron juga tidak akan terbentuk dan terjadi penurunan,sehingga dapat terjadi gangguan haid karena faktor hormonal, maka dapat dikatakan wanita tersebut mengalami gangguan kesuburan (Baziad, 2003).
Berdasarkan hal diatas maka dianggap penting untuk meneliti sejauh mana pengaruh penggunaan ekstrak curcuma longa Linn terhadap perubahan kadar hormon Estradiol dan progesteron  pada tikus putih betina ( rattus norvegicus )

METODOLOGI
 Desain Penelitian
Jenis penelitian yang dilakukan adalah eksperimental laboratoris dengan menggunakan rancangan penelitian post test only control group design yaitu rancangan yang digunakan untuk mengukur pengaruh perlakuan pada kelompok eksperimen dengan cara membandingkan perlakukan dengan kelompok kontrol (Zainuddin, 2000).
Populasi penelitian
Populasi penelitian adalah tikus Rattus Norvegicus L Galur Sprague Dawley betina yang terdapat pada unit pemeliharaan hewan percobaan  Universitas Andalas Padang, dengan pertimbangan tikus  adalah mamalia coba atau sering disebut hewan laboratorium. Hewan laboratorium tersebut digunakan sebagai model untuk penelitian sebelum diperlakukan pada manusia.

Sampel Penelitian
Sampel penelitian adalah bagian dari populasi tikus Rattus norvegicus  Galur Sprague Dawley betina dengan memiliki kriteria inklusi dan kriteria eksklusi.
Kriteria Inklusi :
a.       Jenis kelamin betina
b.      Umur 2-3 bulan
c.       Berat badan 200-250 gram
Kriteria Eksklusi : Tikus betina yang sedang bunting
Semua tikus memperoleh perlakuan yang sama, baik dalam pemberian makanan maupun minuman.
Besar sampel didapatkan dengan rumus Hanafiah (1997) yaitu :
(t-1)(r-1)≥15
 Jadi (4-1)(r-1) ≥15
3(r-1) ≥15
3r - 3 ≥ 15
r ≥15 + 3 = 18
r = 18/3
r = 6 ekor
Keterangan:
       T    : Jumlah kelompok perlakuan
r     : Jumlah hewan coba tiap kelompok
Jadi jumlah sampel dalam penelitian ini 4 perlakuan x 6 ekor = 24 ekor,   
Dengan mempertimbangkan droup out sebesar 10-20%, maka jumlah sampel sebanyak 30 ekor.
Persiapan hewan percobaan
Sebelum penelitian dimulai, hewan percobaan dilakukan terlebih dahulu adaptasi selama 2 minggu, disiapkan dan diperiksa siklus estrusnya dan memastikan hewan tersebut tidak bunting dengan tidak menggabungkan tikus betina tersebut dengan tikus jantan. Setelah mendapatkan siklus estrus Rattus norvegicus  yang teratur  dan tidak bunting sebanyak 24 ekor, kemudian mulai dilakukan perlakuan sesuai dengan dosis masing-masing yang telah ditentukan.
Variabel Penelitian
a.       Variabel bebas (independent variabel) : kurkumin
b.      Variabel tergantung (Dependent Variabel): Kadar Hormon Estradiol dan Progesteron

Bahan dan Alat Penelitian
Bahan penelitian ini adalah :
a.      Curcuma Longa Linn
Curcuma Longa Linn yang telah dibuang kulitnya diiris tipis-tipis kemudian dikeringkan dibawah sinar matahari. Tempat pengeringan dilandasi dengan kain bewarna hitam. Setelah kering dibuatkan serbuk dengan alat penghalus " Willey Mill" dan diayak untuk memperoleh serbuk yang homogen ( Sutiyarso, 1992 ) Seratus gram serbuk kurkumin diekstraksi dengan 300 ml alkohol 96% dalam sochlet selama 3 hari. Ekstrak cair yang diperoleh diuapkan sampai diperoleh ekstrak kental Kurkumin yang bebas alcohol dengan cara penyulingan degan menggunakan Evaporator sampai pelarut/etanol habis..
b.      Aquades Steril
c.       Makanan tikus
Alat Penelitian
a.       Tempat makan dan minuman tikus
b.      Bahan pengukuran Metode RIA Kit
c.       Kandang tikus 4 buah untuk memelihara hewan percobaan dengan ukuran 100 cm x 100 cm pada setiap masing-masing perlakuan, lengkap dengan tempat pakan dan minum.
d.      Sonde makanan dengan ukuran 5ml untuk pemberian perlakuan
e.       Satu set alat bedah untuk membedah hewan perlakuan
f.         Timbangan elektrik dengan ketelitian 0,01 gram untuk menimbang ekstrak kurkumin untuk menimbang berat badan tikus percobaan sebelum perlakuan
g.      Timbangan (Ohaus) dengan kapasitas 2610 gram untuk menimbang BB tikus.
h.      Satu alat fotomikrogafi untuk dokumentasi
i.         Rak dan tabung reaksi untuk menampung sampel darah.
 Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian dilaksanakan selama 6 bulan, untuk pembuatan ekstrak curcuma longa linn dan perlakuan hewan percobaan dilakukan dilaboratorium Farmasi Fakultas  Farmasi, sedangkan pemeriksaan hormon dilakukan di Laboratorium Biokimia Fakultas Kedokteran universitas Andalas Padang.
 Prosedur Penelitian
Tikus dibagi menjadi 4 kelompok, yang dikandangkan secara terpisah . Tiap kelompok diberi perlakuan sesuai dengan kategorinya. Pemberian ekstrak kurkumin diberikan berdasarkan dosis aman Curcumin Longa Linn yang dikonsumsi oleh manusia, yaitu  250 mg/hari (Kathi et al,1999). Selanjutnya dosis yang digunakan sebagai standar perlakuan adalah 250 mg/kgbb, kemudian dosis perlakuan yang rendah diambil setengah dari dosis standar yaitu 125 mg/kgbb sedangkan dosis tinggi dinaikkan 2 kali dosis standar yaitu 500 mg/kgbb.
Pemberian dosis ekstrak kurkumin untuk tikus dengan menggunakan tabel perbandingan luas permukaan tubuh hewan percobaan untuk konversi dosis manusia dengan berat badan 50 kg ke berat badan tikus 200 gram (Kusumawati,2004) adalah 0,018. Dosis yang diberikan terdiri dari 3 kategori dengan perhitungan yaitu 125, 250, 500 mg per kgbb perhari pada manusia. \
Dengan demikian perhitungan konversi dosis Curcumin Longa Linn pada tikus dengan perbandingan bbtikus/berat badan manusia (mg/kg) adalah sebagai berikut : 
1.      P1 : 125 mg x 0.018 = 2,25 mg/200 grbbtikus/hari, dengan demikian konsentrasi yang diberikan pada tikus adalah 2,25/10 mg x 10 ml = 2,25ml/hari
2.      P2 : 250 mg × 0,018 = 4,5 mg/200 grbbtikus/hari, konsentrasi yang diberikan adalah 4,5 mg/20 mg x 10 ml = 2,25 ml/hari
3.       P3 : 500 mg x 0,018 = 9 mg/200 grbbtikus/hari, maka konsentrasi yang diberikan adalah 9 mg/40 mg x 10 ml = 2,25 ml/hari
4.       Kontrol hanya diberi dengan makanan dan minuman seperti biasa (pakan tikus dengan jenis yang sama)
Pemberian ekstrak kurkumin dilakukan dengan menggunakan semprit oral 1 kali sehari dengan dosis yang sesuai kategorinya masing-masing, pada jam yang sama selama 12 hari atau dua kali siklus estrus. Sebelum diberi perlakuan tikus ditimbang berat badannya terlebih dahulu.Tikus yang dibuat sebagai hewan percobaan adalah hewan yang telah disesuaikan dengan kriteria inklusi dan eksklusi. (Kusumawati,2004)
Pembedahan Hewan dan Pengambilan Sampel Darah
1.      Sebelum pembedahan hewan, dilakukan pembiusan dengan cara meletakkan obat pada dasar stoples, kemudian hewan dimasukkan dan wadah ditutup. Apabila hewan sudah kehilangan kesadarannya lalu dikeluarkan dan dapat mulai di bedah.
2.      Darah hewan diambil dari vena cava inferior, kemudian di tampung kedalam gelas ukur.
3.      Gelas ukur yang berisikan darah di letakkan di rak tes tube dan di diamkan selama kurang lebih 10 menit.
4.      Setelah itu dilakukan sentrifus 3000 RPM selama 15 menit untuk memisahkan serum darah
5.      Pembedahan dan pengambilan darah dilakukan pada siklus estrus dengan ciri-ciri ; Tikus percobaan tampak gelisah, tidak tenang dan lebih aktif dengan kata lain cari perhatian pada tikus jantan,vagina merah dan bengkak.
6.      Serum darah kemudian di pisahkan ke gelas ukur yang baru dan selanjutnya akan dilakukan pengukuran kadar hormon.
Pengukuran Hasil Penelitian
a.       Pengukuran hasil kadar hormon estradiol dilakukan dengan menggunakan RIA (RadioImmunoAssay), Caranya  :
1.        Seimbangkan reagen-reagen dan sampel pada ruangan sebelum di gunakan.
2.        Beri label tabung “coated” pada duplikat setiap standar (S1-S6), serum control dan   
      sampel.
3.        Homogenkan seluruh reagen dan sampel dengan mixer vortex berkecepatan lambat untuk menghindari terjadinya busa.
4.        Pipet 100µl standar, control dan sampel kedalam tabung-tabung sesuai dengan nama label yang tertera. Gunakan rak untuk menempatkan tabung, jangan sampai menyentuh atau menggores bagian bawah dalam tabung dengan tip pipet/tip yellow.
5.        Pipet 500 µl tracer ke dalam masing-masing tabung.
6.        Homogenkan kembali dengan mixer vortex. Tempatkan rak tabung test dengan baik hingga fix pada plate shaker. Hidupkan shaker dan sesuaikan kecepatannya sesuai keperluan sebagaimana bahwa cairan berotasi atau di kocok secara konstan pada setiap tabung.
7.        Inkubasi seluruh tabung selama 3 jam, kocok pada temperature ruangan.
8.        Balikkan rak tabung pada posisi semula, dan ulangi langkah ke 8 sebanyak lebih dari 2 kali.
9.        Hitung setiap tabung selama paling kurang 60 detik pada gamma counter.
10.    Hitung kadar hormon estradiol dari sampel tersebut sebagaimana yang dideskripsikan dari hasil.

b.      Pengukuran hasil kadar hormon Progesteron dilakukan dengan menggunakan RIA (RadioImmunoAssay), Caranya :
1.      Setimbangkan reagen-reagen dan sampel pada ruangan sebelum di gunakan.
2.      Beri label tabung “coated” pada duplikat setiap standar (S1-S6), serum control dan sampel.
3.      Homogenkan seluruh reagen dan sampel dengan mixer berkecepatan lambat untuk menghindari terjadinya busa.
4.      Pipet 100µl standar, control dan sampel kedalam tabung-tabung sesuai dengan nama label yang tertera. Gunakan rak untuk menempatkan tabung, jangan sampai menyentuh atau menggores bagian bawah dalam tabung dengan tip pipet.
5.      Pipet 100 µl tracer ke dalam masing-masing tabung.
6.      Tempatkan rak tabung test dengan baik hingga fix pada plate shaker. Hidupkan shaker dan sesuaikan kecepatannya sesuai keperluan sebagaimana bahwa cairan berotasi atau di kocok secara konstan pada setiap tabung.
7.      Inkubasi seluruh tabung selama 2 jam, kocok pada temperature ruangan.
8.      Tambahkan 2 ml buffer wash yang telah di encerkan kedalam masing-masing tabung. Tuangkan supernatant dari seluruh tabung dengan membalikkan rak tabung. Pada posisi bagian atas yang berada di bawah, tempatkan rak pada kertas absorbent selama 2 menit.
9.      Balikkan rak tabung pada posisi semula, dan ulangi langkah ke 8 sebanyak lebih dari 2 kali.
10.  Hitung setiap tabung selama paling kurang 60 detik pada gamma counter.
11.  Hitung kadar hormon progesteron dari sampel tersebut sebagaimana yang dideskripsikan dari hasil.
Analisa Data
Hasil penelitian diolah secara statistik dengan menggunakan uji ANOVA dengan derajat kepercayaan 99 %, Jika didapatkan hasil yang bermakna, maka uji statistik dilanjutkan dengan Multiple Comparisons (Post hoc Test jenis Bonferroni). (Singgih, 2005).

HASIL PENELITIAN
            Penelitian ini dilakukan pada Tikus Putih Betina (Rattus Norvegicus) mengenai pemberian ekstrak Curcuma Longa Linn dengan berbagai dosis.  Sebelum dilakukan uji statistik, maka terlebih dahulu di lakukan uji normalitas data dengan Kolmogorov Smirnov.
Tabel 1. Hasil Uji Normalitas Data kadar hormon estradiol dan progesteron tikus putih betina (Rattus Norvegicus) kelompok kontrol dan kelompok perlakuan Curcuma Longa Linn

Kelompok
Nilai rata-rata
kadar hormon estradiol (p)
(pg/ml)
Nilai rata-rata
kadar hormon progesteron (p)
(ng/ml)
K (kontrol)
P1
P2
P3
0,95
0,91
0,93
0,99
0,76
0,14
0,65
0,73

Dari tabel 1 terlihat bahwa  nilai p kadar hormon estradiol dan progesteron semuanya lebih besar dari  0,01. Distribusi data memenuhi asumsi normal, oleh karena itu akan di lanjutkan dengan uji parametric (ANOVA).Hasil uji ANOVA menunjukkan adanya perbedaan yang sangat signifikan (P<0,01)

Kadar Hormon Estradiol
Tabel  2.  Rata-rata kadar hormon estradiol tikus putih betina (Rattus Norvegicus)  
                kelompok  kontrol dan kelompok perlakuan Curcuma Longa Linn
Perlakuan
Kadar Estradiol (pg/ml)
Rata-rata
SD
Minimun
Maksimum

Kontrol
PI (2,25mg/hari)
PII (4.5 mg/hari)
PIII (9 mg/hari)
1520
970
820
540
1730
1300
893
760
1643,33
1089,50
862,00
682,17
76,59
136,68
27,98
74,30






Berdasarkan Tabel 2 terlihat adanya perbedaan rata-rata kadar hormon estradiol pada tikus putih betina  (Rattus norvegicus) antara kelompok kontrol dengan kelompok perlakuan Curcuma Longa Linn.
Rata-rata penurunan kadar hormon estradiol pada tikus putih betina dapat dilihat pada grafik  1 dibawah ini.
Grafik 1. Penurunan  kadar estradiol  kelompok kontrol dan kelompok perlakuan  
                   Curcuma Longa Linn pada tikus putih betina (Rattus Norvegicus)

Dari grafik 1. terlihat bahwa terjadi penurunan kadar hormon estradiol antara kelompok kontrol dengan kelompok perlakuan. Dimana semakin tinggi dosis perlakuan semakin rendah kadar hormon estradiol,mulai dari kontrol sampai perlakuan  III (1643,331089,50862,00 – dan 682,17), hal ini menunjukkan perbedaan sangat nyata (p<0,01), berarti terdapat perbedaan yang sangat signifikan kadar hormon estradiol antara kelompok kontrol dengan kelompok perlakuan Curcumin Longa Linn. Oleh karena itu uji statistik dilanjutkan dengan Multiple Comparisons (post hoc test) jenis Bonferroni dan hasilnya dapat di lihat pada tabel 5.3.
Tabel   3.  Hasil Uji Multiple Comparisons terhadap kadar hormon estradiol pada tikus putih betina dewasa   (Rattus norvegicus) setelah perlakuan Curcuma Longa Linn

Perlakuan Curcumin Longa Linn
Mean Difference
Sig.
   Kontrol

P I
P II
P III
553,83
781,33
961,17
0,000
0,000
0,000
Dari tabel 3 terlihat bahwa rata-rata kadar estradiol antara kelompok kontrol  dengan kelompok perlakuan menunjukkan perbedaan yang sangat signifikan. Perbedaan tersebut bermakna (p<0,01) di mulai pada Perlakuan I,II dan III atau 2,25mg/hari, 4,5 mg/hari dan 9 mg/hari.
Kadar Hormon Progesteron
Tabel  4. Rata –rata kadar hormon progesteron pada tikus putih betina (Rattus norvegicus) setelah perlakuan Curcuma Longa Linn
Perlakuan
Kadar Progesteron (ng/ml)
Rata-rata
SD
Minimun
Maksimum

Kontrol
PI (2,25mg/hari)
PII (4.5 mg/hari)
PIII (9 mg/hari)
97
68
59
48
192
68
77
56
130,33
86,17
68,33
52,83
36,90
10,23
6,25
3,13







Berdasarkan Tabel 4 diperoleh kadar hormon progesteron pada tikus putih betina (Rattus norvegicus) berbeda antara kelompok kontrol dengan kelompok perlakuan Curcuma Longa Linn.
Rata-rata penurunan kadar progesteron antara kelompok kontrol dengan kelompok perlakuan Curcuma Longa Linn, dapat dilihat pada grafik 2
Grafik  2. Penurunan  kadar progesteron  kelompok kontrol dan kelompok
                    perlakuan Curcuma Longa Linn pada tikus putih betina (Rattus
                   Norvegicus)
Dari grafik 2 terlihat kecenderungan penurunan rata-rata kadar hormon progesteron pada tikus putih betina  (Rattus norvegicus) setelah perlakuan Curcuma Longa Linn, kadar hormon estradiol mulai dari kelompok kontrol sampai dengan kelompok  perlakuan III  adalah 130,3386,1768,33 – dan 52,83. Dari tabel uji ANOVA didapatkan nilai p<0,01 yang berarti terdapat perbedaan yang sangat signifikan kadar hormon progesteron antara kontrol dengan perlakuan Curcuma Longa Linn. Oleh karena itu uji statistik dilanjutkan dengan Multiple Comparisons (post hoc test) jenis Bonferroni dan hasilnya dapat di lihat pada tabel 5.
Tabel 5. Hasil Uji Multiple Comparisons terhadap kadar hormon progesteron pada tikus putih betina (Rattus norvegicus) setelah perlakuan Curcumin Longa Linn

Perlakuan Curcumin Longa Linn
Mean Difference
Sig.
   Kontrol

P I
P II
P III
44,167
62,00
77,5
0,005
0,000
0,000

Dari tabel 5. dapat dilihat perbedaan rata-rata yang sangat signifikan (p<0,01) antara kontrol dengan perlakuan I, dengan perlakuan II dan perlakuan III. Perbedaan rata-rata kadar hormon Progesteron juga terlihat, dimana semakin besar perlakuan semakin besar  tingkat perbedaan rata-ratanya.
 

PEMBAHASAN
Kadar Hormon Estradiol dengan Curcuma Longa Linn
Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa terjadi perbedaan kadar hormon estradiol setelah dilakukan perlakuan Curcuma Longa Linn dengan beberapa tingkat dosis pada tikus putih betina  (Rattus norvegicus). Terlihat kecenderungan penurunan rata-rata kadar hormon estradiol pada tikus putih betina   (Rattus norvegicus) setelah perlakuan Curcuma Longa Linn mulai dari kontrol sampai dengan perlakuan III (1643,33 – 1089,50 – 862,00 – dan 682,17).
Secara statistik dengan menggunakan uji ANOVA diperoleh perbedaan rata-rata jumlah yang sangat  signifikan (p<0,01) antara kelompok kontrol dengan kelompok perlakuan I,II dan III. Untuk mengetahui perbedaan yang sangat signifikan antara kontrol dengan masing-masing perlakuan,maka dilakukan  uji Multiple Comparisons (post hoc test).
Penelitian Maligalig dkk. pada tahun 1994 telah membuktikan adanya aktivitas estrogenik dari infus rimpang C. Domestica/Curcuma Longa Linn. Hal tersebut diduga berasal dari kandungan fitosteroid berupa kampesterol, sitosterol, dan stigmasterol. Ketiga senyawa fitosteroid tersebut memiliki kemiripan struktur dengan kolesterol yang merupakan prekursor pembentukan hormon seks, salah satunya hormon estrogen. ( Ismadi 1993)
Curcuma Longa Linn dilaporkan sebagai inhibitor siklooksigenase-2 (COX-2) dapat menghambat biosintesis prostaglandin. Kurkumin yang merupakan kandungan terbesar dari Curcumin Longa Linn meningkatkan aktivitas apoptosis pada kultur sel granulosa berbagai ukuran folikel ovarium (Nurcahyo dan Soejono, 2001). Dengan terjadinya apoptosis pada folikel ovarium maka produksi  corpus luteum terganggu sehingga proses biosintesis estradiol menjadi terhambat .Penurunan estradiol mengakibatkan sel ovum menjadi involusi atau tidak matang sehingga terjadi proses menstruasi.(Aron,1997)

Kadar Hormon Progesteron dengan Curcuma Longa Linn
        Kadar hormon progesteron pada tikus putih betina   (Rattus norvegicus) berbeda antara kelompok kontrol dengan kelompok  perlakuan Curcuma Longa Linn. Terlihat kecenderungan penurunan rata-rata kadar hormon progesteron pada tikus putih betina   (Rattus norvegicus) setelah perlakuan Curcuma Longa Linn mulai dari kelompok kontrol sampai dengan kelompok perlakuan III yaitu 130,33 – 86,17 – 68,33 – dan 52,83.
Penurunan kadar hormon progesteron setelah perlakuan dengan Curcumin Longa Linn adalah karena sintetis prostaglandin dihambat oleh kurkumin melalui penghambatan cyclooxigenase. Hastati, (2006) menduga bahwa penghambatan cyclooxigenase tersebut terjadi karena kurkumin diduga mempunyai struktur molekul dan reseptor yang mirip dengan prostaglandin. Prostaglandin berperan dalam desidualisasi endometrium, jumlah implantasi embrio dipengaruhi kesiapan endometrium. (Miils, 2000).
Prostaglandin merupakan suatu vasokonstriktor kuat dan menyebabkan kontraksi uterus dan vasodilatasi (Ganong,2003). Uterus yang mengalami Vasokonstriksi mengakibatkan gangguan dalam pembentukan corpus luteum yang bertugas memproduksi hormon Progesteron. Korpus luteum menjadi terganggu melakukan sintesis progesteron, sehingga kadar Progesteron menjadi rendah yang akhirnya mengganggu proses oogenesis.

KESIMPULAN
Dari hasil penelitian dengan pengaruh kadar hormon estradiol dan progesteron pada tikus betina (Rattus Norvegicus) setelah Perlakuan Curcumin Longa Linn dapat disimpulkan sebagai berikut :
1.      Terdapat penurunan kadar hormon estradiol pada tikus putih betina setelah dilakukan pemberian Curcumin Longa Linn
2.      Terdapat penurunan kadar hormon progesteron tikus putih betina setelah dilakukan pemberian Curcumin Longa Linn
 SARAN
Berdasarkan hasil penelitian, pembahasan dan kesimpulan diatas maka disarankan agar Curcuma Longa Linn dapat diajukan sebagai bahan alat kontrasepsi alamiah.













DAFTAR PUSTAKA

Adnan, 2006. Reproduksi dan Embriologi. Jurusan Biologi FMIPA UNM. Makassar.
Adnan P, A. Azis, 2006. Penuntun Praktikum Reproduksi dan Embriologi. Jurusan Biologi FMIPA UNM. Makassar.
Ahmad W. Pratiknya,2007. Dasar – Dasar Metodologi Penelitian Kedokteran dan Kesehatan, Jakarta, Raja Grafindo Persada.
Alimul A, 2007. Metode Penelitian Kebidanan dan Teknis Analisis Data, Jakarta, Salemba Medika.
Andon Hestiantoro,2009.  Poro HP dalam regulasi sistem reproduksi wanita Divisi Imuno endokrinologi Reproduksi Departemen Obstetri  dan Ginekologi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia,Jakarta
Arikunto, Suharsimi 2002. Prosedur Penelitian suatu Pendekatan Praktek, Jakarta, Rineka Cipta.
Aron D.C, dan Findling, J.W, 1997.Hipothalannus & pituitary. In Francis S.Gand Gordon J.S (eds), Basic and Clinical Endocrinology. 5th ed. London Prentice-Hall International Inc.
Azhar M. A, 2010. Revitalisasi KB dan Peran TNI. Retrieved May 30, 2010, from Kependudukan: http://blog.analisisinsure.com/?p=53
Baziad A, 2003. Endokrinologi ginekologi. Edisi kedua. Jakarta: Media Aesculapius Fakultas kedokteran Universitas Indonesia.
Beckham N, 1999.The Australian family guide to natural therapies. Penguin Book Australia,
Behrman H.R, Romero, R.,1995. Prostaglandin and Prostaglandin like Products in Reproduction: Elicosanoids, Peroxides and Oxygen Radicals. ln:Yen  S.S.C., Jaffe, R.B., Eds. Reproductive Endocrinology: Physiology. Patho-physiology and Clinical Management. 3rd ed. WB Saunders Co, USA.
Bevelender, 1988. Dasar-Dasar Histologi. Erlangga. Jakarta.

Bhisma Murti, 1996. Penerapan Metode Statistik Non Parametrik dalam Ilmu – ilmu Kesehatan, Jakarta, Gramedia Pustaka Utama.
Braunstein G.D, 1997.Testes. In Francis S.G and ordon J.S (eds), Basic and Clinical Endocrinology. 5th ed. .London: Prentice-Hall International Inc.
Campbell, Kecce, Mizchell, 2004. Biologi. Erlangga. Jakarta.
Chattopadhyay I, Biswas K, Bandyopadhyay U, Banerjeel RK. 2004. Turmericand  curcumin: Biological actions and medicinal applications. Current Sci.
Cunningham FG, Mac Donald PC, Gant NF. Williams  1995.obstetri. Edisi ke-18. Jakarta: EGC

Dalimartha Setiawan, 2008. Atlas tumbuhan obat Indonesia Jilid 6, Hidup Sehat Alami Dengan Tumbuhan Berkhasiat.
Departemen Kesehatan RI, Jakarta, 1983. Memanfaatkan tanaman obat. Edisi III.
Dept. of medical scinces, Ministry of Public Health. Thailand, 1990. Manual of Medicinal plant for primary health care. Division of medical plant research and development.
Ganong F. William 2003. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran (Riview  of Medical Physiology) Edisi 20, EGC Jakarta
Ganong F. William 2001. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Edisi 20, EGC Jakarta
Gilbert F.H. 2006. Pertumbuhan dan perkembangan hewan percobaan, Fakultas Pertanian Universitas Indonesia, Jakarta
Greenspan, F.S dan Strewler,1997.  G.D. Appendix. In Francis S.G and Gordon J. S (eds), Basic and Clinical Endocrinology. 5th ed. London: Prentice-Hall International Inc
Guyton dan Hall. 1997.  Fisiologi Kedokteran Edisi 9. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran (EGC).
Hanafiah, 1997. Rancangan Percobaan Teori dan Aplikasi. Fakultas Pertanian Universitas Sriwijaya Palembang
Huang, M.T et al., 1995.   Inhibitory   Effects  of curcumin   on   Tumorogenesis in   Mice. In : Recent   Deve­lopments   in     Curcumin   Pharmacochemistry, Pramono et al., Proceeding    Of     The International  Symposium    on    Curcumin    Pharmacochemistry (ISCP), Aditya Media., Yogyakarta

Ismadi M.S.D, 1993. In: R. Montgomery et al.,Biochemistry: A case-oriented approach, Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.

Jayaprakasha et al., 2005. Chemistry and biological activities of C. longa. Trends in Food Science and Technology

Jayaprakasha et al., 2006. Antioxidant activities of curcumin, demethoxycurcumin and bisdemethoxycurcumin. Food Chemistry.

Jovanovic  S. V et al., 2001. How curcumin works prefentially with water soluble antioxidants. J. Am. Chem. Soc.

Kusumawati Diah, 2004. Bersahabat dengan Hewan Coba, Gajah Mada University Press

Kuswinarti et al., 2002. Dasar Pemilihan Tanaman Obat Tradisional

L. Ambiono, 2002. Skripsi S-1 Departemen Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, Depok,.

Linde. R dan Goshin J.P, 1994. Reproduction. In James P.G. Lawrence V.B (eds), immunoassay Laboratory Analysis and Clinical Application. Boston Butterworth-Heineman

Mills, S. 2000. Principles And Practice of Phitotherapy Modern Herbal Medicine. London: Churchill Livingstone.

Notoatmodjo S, 2002. Metodologi Penelitian Kesehatan, Jakarta, Rineka Cipta.

Rahardjo M dan O. Rostiana. 2005. Budidaya Tanaman Kunyit. Sirkuler no. 11. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Balai Penelitian Tanaman Obat dan Aromatika.
Sastrapraja dkk, 1980. Tanaman pekarangan. Lembaga Biologi Masional LIPI. Balai Pustaka, Jakarta
Sheerwood Lauralee 2001, Fisiologi Manusia dari sel ke sistem, Edisi kedua EGC Jakarta
Shihab A.2005.Latar Belakang diakses dari menkokesra.go.htm
Sidik dkk. Temulawak (Curcuma zantorrhiza Roxb): Botani, etnobotani, kimia farmakologi, dan pemanfaatannya dalam kesehatan.
Singgih S. 2005. Menggunakan SPSS untuk Statistik Parametrik. PT Elex Media Komputindo. Jakarta
Speroff L, Glass RH, 2005. Case NG, Abnormal Puberty and Growth Problems, Cli Endocrinology Gynecology and Infertility, 7 th edition, Lippincott
Sugiyono , 2007. Statistik untuk Penelitian, Jakarta, Alfabeta.
Suherman KS, 1995. Farmakologi dan terapi. Edisi ke-4 Jakarta: Bagian Farmakologi FK-UI,
Sumiyati T dan I. K. Adnyana, 2002. Kunyit, Si Kuning Yang Kaya Manfaat. http://www.pikiranrakyat. com/cetak/0704/22/cakrawala/lainny a02.htm BSS_194_

Syaifuddin,1992. Anatomi dan Fisiologi Untuk Perawat Edisi 2. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran (EGC)

Syukur  C dan Hernani, 2001. Budi Daya Tanaman Obat Komersial. Jakarta: Penebar
Swadaya.
Ville, Warnes, Barnes, 1989. Zoologi Umum Jilid I Edisis Keenam. Erlangga. Jakarta.
Watson, R. 1995. Anatomi dan Fisiologi Untuk Perawat Edisi 10. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran (EGC).
Wibowo B, 1994. Ilmu kandungan. Edisi ke-2. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka
Williams & Wilkins,Syahrum, Kamaliddin, Tjokronegoro, 1994. Reproduksi dan Embriologi FKUI. Jakarta
Winarto WP, 2003. Khasiat dan Tanaman Kunyit. Jakarta: PT Agromedia Pustaka.

Yanwirasti, 2008. Langkah-langkah Pokok Penelitian Biomedik. Universitas Andalas Padang
Yatim, 1994. Reproduksi dan Embriologi. Tarsito. Bandung.





Terimakasih  kusampaikan untuk :
·        Ayah dan Bunda tersayang, Abang, Kakak serta Adik-adikku begitu besar arti doa dan dukungan kalian
·        Suamiku Supriyatna dan kedua putriku Nikita Aurelia Putri dan Anisa Rocha Sabrina atas bantuan,doa dan kasih sayang serta ketabahan kalian
·        Sahabat – sahabatku mahasiswa Pasca Sarjana Unand Angkatan 2008, terutama jurusan Reproduksi Kedokteran, 6terimakasih atas kerjasama dan dukungan kalian selama ini