PENGARUH
PEMBERIAN EKSTRAK CURCUMA LONGA LINN TERHADAP KADAR HORMON ESTRADIOL DAN PROGESTERON TIKUS PUTIH BETINA
(Rattus Norvegicus)
OLEH :
ROSMERI BR BUKIT
ABSTRACT
Curcuma Longa Linn
reported as an inhibitor of cyclooxygenase-2 (cox-2) which inhibit the
biosynthesis of prostaglandins, prostaglandin is a powerful vasoconstrictor and
causes uterine contractions. Curcuma
Longa Linn can be used as a regulator of fertility, also reported as anti-fertility. Curcuma Longa Linn
curcuma longa linn also reported to decrease the
production of progesterone and increase activity of apoptosis in granulosa cell
culture of ovarian follicles of various sizes.
This study aims to determine the effect of extract of Curcuma longa linn on hormone levels of
estradiol and progesterone in mice.Laboratory experimental study conducted
using post test study design only control group design.
Research sample is Rattus
Norvegicus rat strains Sprague Dawley adult female and not pregnant, as
many as 24 animals which were divided into 4 groups consisting of a control
group and 3 treatment groups.Treatment is based on large doses of Curcuma Longa Linn, treatment (p) 1 dose of 2.25 mg/200gr rats/day, p2
dose of 4.5 mg/200gr rats/day and p3
9mg/200gr rats/day. Parameters assessed in the study is the difference in
hormone levels of estradiol and progesterone between control and p1, p2 and p3. Research results were analyzed by ANOVA and followed post-hoc-test
(Bonferroni).
Results
of research on levels of estradiol and progesterone showed a very signifikan
(p<0,01) means that there are differences in hormone levels of estradiol and
progesterone between the control and treatment. Decrease in estradiol and
progesterone hormone levels comparable to the amount of Curcuma longa linn dose given for 12 days.
Conclusions of this study is the greater dose of Curcuma longa linn given the lower the
average score of estradiol and progesterone hormone levels of female white rats
(rattus norvegicus).
Key Word : Curcuma Longa Linn,Hormone, Estradiol and
Progesterone
PENDAHULUAN
Jumlah
penduduk Indonesia berdasarkan hasil sensus 2010 mencapai kisaran 238 juta
orang. Jumlah ini jauh dari prediksi Bappenas dan BPS yang memproyeksikan
penduduk Indonesia pada 2010 bakal berada di kisaran 231,4 juta, dan pada 2015
mencapai 249,7 juta jiwa. Hasil ini menempatkan Indonesia tetap sebagai negara
berpenduduk terbanyak keempat di dunia setelah China, India, dan Amerika Serikat,
Menurut Hasil Survei Demografi dan Kesehatan
Indonesia pada tahun 2007, baby booming diperkirakan bakal terjadi pada
tahun 2015. Apabila progam KB tidak berhasil dilakukan, maka jumlah penduduk
Indonesia dapat mencapai rekor 264,5 juta jiwa (Azhar, 2010).
Pada
tahun 2020, tanpa KB penduduk Indonesia diperkirakan akan mencapai 261 juta
jiwa. Oleh karena itu Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN)
menyatakan, Indonesia harus segera menekan laju pertumbuhan penduduk, karena,
saat ini laju pertumbuhan penduduk Indonesia memang cukup tinggi, yakni 2,6
juta jiwa per tahun. Jika hal ini tidak diatasi, maka 10 tahun lagi Indonesia
akan mengalami ledakan penduduk. Pada 2006 rata-rata angka kelahiran mencapai
2,6 anak per wanita subur. Angka tersebut tidak berubah pada 2007, sedangkan
laju pertumbuhan penduduk rata-rata masih 2,6 juta jiwa per tahun. (Azhar,2010)
Jika
KB berhasil menekan angka laju pertumbuhan 0,5% per tahun, maka jumlah penduduk
2020 hanya naik menjadi sekitar 246 juta jiwa. Ini berarti KB bisa menekan
angka kelahiran sebanyak 15 juta jiwa dalam 11 tahun, atau 1,3 juta jiwa dalam
setahun.
Jika
penurunan laju pertumbuhan penduduk sebanyak itu bisa tercapai, berarti negara
bisa menghemat triliunan rupiah untuk biaya pendidikan dan pelayanan kesehatan.
Selain itu, dengan jumlah kelahiran yang terkendali, target untuk meningkatkan
pendidikan, kesehatan ibu dan anak, pengurangan angka kemiskinan, dan
peningkatan pendapatan per kapitan dapat lebih mudah direalisasikan. (Shihab,
2005)
Pengendalian
jumlah penduduk yang telah dilaksanakan oleh pemerintah antara lain dengan
pengendalian angka kelahiran melalui program Keluarga Berencana (Moelok.,2005).
Keluarga Berencana (KB) merupakan suatu usaha yang harus dilakukan oleh suami
dan istri namun sampai saat ini hasilnya belum memuaskan, dilihat dari jumlah
kelahiran perwanita masih terhitung 2,23 anak, dimana idealnya 2,1 anak
perwanita. Untuk tahun 2025 pemerintah menargetkan sebesar 2,07 anak
perwanita.(Azhar, 2010)
Selama ini Kontrasepsi yang lazim digunakan
baik pria maupun wanita masih berupa bahan sintetis seperti IUD, KB suntik,
tubektomi, kondom, vasektomi dan hormon, Ternyata KB tersebut bagi sipemakai
menimbulkan beberapa efek samping diantaranya infeksi pada vagina, timbulnya
hiperpigmentasi, kenaikan berat badan, alergi dan lain lain.Oleh karena
itu pada saat ini beberapa peneliti
beralih untuk mencari bahan kontrasepsi alamiah yang efektif dan sedikit
menimbulkan efek samping (Kuswinarti et al.,2002).
Masyarakat
Indonesia, sudah lama memakai bahan yang berasal dari alam untuk tujuan
pengobatan umumnya. Dasar pemilihan tanaman obat tradisional adalah berdasarkan
pengalaman-pengalaman mereka sehingga pendekatannya tidak sulit (Kuswinarti et
al,, 2002). Tanaman obat menurut Departemen Kesehatan RI bagian tanaman yang
digunakan sebagai bahan obat tradisional atau jamu, atau sebagai bahan pemula
bahan baku obat (prekusor) atau ekstrak tanaman yang
dapat digunakam sebagai obat (Jayaprakasha
dkk,2006).
Kunir atau kunyit
(Curcuma longa Linn. syn. Curcuma
domestica Val.) termasuk salah satu tanaman rempah dan obat asli
dari wilayah Asia Tenggara. Tanaman ini kemudian mengalami persebaran ke daerah
Malaysia, Indonesia, Australia bahkan Afrika. Hampir setiap orang Indonesia dan India serta bangsa Asia umumnya pernah mengkonsumsi tanaman rempah ini, baik sebagai pelengkap bumbu
masakan, jamu atau untuk menjaga kesehatan dan kecantikan. Kunyit adalah rempah-rempah yang biasa digunakan dalam masakan di
negara-negara Asia. Kunyit sering digunakan dalam masakan sejenis gulai, dan juga digunakan untuk memberi warna kuning pada masakan. (Jayaprakasha dkk,2006).
Ekstrak kering
rimpang kunyit curcuma longa L dan temulawak (curcuma xanthorrhiji
roxb) dikenal sebagai zat warna kuning yang merupakan sumber alami
kurkumin. Zat ini merupakan kandungan aktif dari kurkuma dan merupakan salah
satu obat tradisional yang digunakan masyarakat Indonesia disamping menggunakan
rimpang kunyit dan temulawak sebagai bahan untuk bumbu masak, pewarna makanan,
jamu juga mempergunakan kunyit untuk mencegah dan pengobatan pada berbagai
penyakit setelah melahirkan, saat datang mensturasi, dan untuk mengatur
kesuburan. (Jayaprakasha
dkk,2006).
Saat ini kurkumin banyak diteliti berkaitan dengan upaya
pengkajian sebagai obat antiinflamasi dan antikanker. Kurkumin dilaporkan
sebagai inhibitor siklooksigenase-2 (COX-2) yang menghambat biosintesis
prostaglandin. Prostaglandin merupakan suatu vasokonstriktor kuat dan
menyebabkan kontraksi uterus (Ganong,2003). Pengaruh kurkumin terhadap sistem
reproduksi mulai dikaji pada sejumlah penelitian awal. Nurcahyo Heru (2003) ,
melaporkan kurkumin dapat digunakan sebagai pengatur kesuburan. Kurkumin juga
dilaporkan sebagai anti fertilitas (Nurcahyo Heru, 2003). Chattopadhy et al.,2004
menunjukkan bahwa Petroleum ether dan air kurkuma menyebabkan antifertilitas
kuat. Kurkumin dilaporkan juga dapat menurunkan produksi progesteron pada
akumulasi cAMP akibat pemberian teofilin pada kultur sel luteal tikus (Nurcahyo
dan Soejono,2001). Kurkumin meningkatkan aktivitas apoptosis pada kultur sel
granulosa berbagai ukuran folikel ovarium (Nurcahyo 2003). Huang et
al., (1991), melaporkan bahwa sintetis prostaglandin dihambat oleh kurkumin
melalui penghambatan cyclooxigenase. Hastati, (2006) menduga bahwa penghambatan
cyclooxigenase terjadi karena kurkumin diduga mempunyai struktur molekul dan
reseptor yang mirip dengan prostaglandin.
Penelitian
Maligalig dkk. pada tahun 1994 telah membuktikan adanya aktivitas estrogenik dari infus rimpang C.
domestica. Hal tersebut diduga berasal dari kandungan fitosteroid
berupa kampesterol, sitosterol, dan stigmasterol. Ketiga senyawa fitosteroid
tersebut memiliki kemiripan struktur dengan
kolesterol yang merupakan prekursor pembentukan hormon seks, salah satunya
hormon estrogen. ( Ismadi 1993)
Salah satu gangguan reproduksi pada wanita, yaitu
terjadinya gangguan hormonal. Gangguan hormonal dapat menyebabkan gangguan
dalam proses perkembangan dan pembentukan ovum melalui proses oogenesis.
Oogenesis ini terjadi didalam ovarium melalui tahapan-tahapan tertentu
dan dikendalikan oleh hormonal, terutama hormon gonadotropin Follicle
Stimulating Hormone (FSH) dan Luteinizing Hormone (LH), Estrogen dan
progesteron. Hormon gonadotropin
ini dihasilkan oleh kelenjar hipofise anterior melalui stimulasi Gonadotropin
Releasing Hormone (GnRH) dari hipotalamus. (Ganong, 2001).
Secara normal hormon pelepas gonadotropin atau
GnRH memicu hipofisis anterior mengeluarkan hormon FSH. FSH memicu pematangan folikel di ovarium
sehingga terjadi sintesis estrogen dalam jumlah besar. Estrogen menyebabkan terjadinya
proliferasi sel-sel endometrium. Estrogen yang tinggi ini memberi tanda kepada
hipofisis untuk mengeluarkan hormon LH. Pengeluarkan LH ini menyebabkan
terjadinya ovulasi dan memicu korpus luteum untuk mensintesis progesteron.
Progesteron menyebabkan terjadinya perubahan sekretorik pada endometrium
disebut juga fase luteal. Jika terjadi gangguan pada hormon FSH dan LH tidak
akan menyebabkan terbentuk sel telur, hormon estrogen dan progesteron juga
tidak akan terbentuk dan terjadi penurunan,sehingga dapat terjadi gangguan haid
karena faktor hormonal, maka dapat dikatakan wanita tersebut mengalami gangguan
kesuburan (Baziad, 2003).
Berdasarkan hal diatas maka dianggap penting untuk
meneliti sejauh mana pengaruh penggunaan ekstrak curcuma longa Linn
terhadap perubahan kadar hormon Estradiol dan progesteron pada tikus putih betina ( rattus norvegicus
)
METODOLOGI
Desain Penelitian
Jenis penelitian yang
dilakukan adalah eksperimental laboratoris dengan menggunakan rancangan
penelitian post test only control group design yaitu rancangan yang
digunakan untuk mengukur pengaruh perlakuan pada kelompok eksperimen dengan
cara membandingkan perlakukan dengan kelompok kontrol (Zainuddin, 2000).
Populasi penelitian
Populasi penelitian adalah tikus Rattus Norvegicus L Galur Sprague Dawley betina yang terdapat pada unit pemeliharaan hewan percobaan Universitas Andalas Padang, dengan
pertimbangan tikus adalah mamalia coba
atau sering disebut hewan laboratorium. Hewan laboratorium tersebut digunakan sebagai model untuk penelitian
sebelum diperlakukan pada manusia.
Sampel Penelitian
Sampel penelitian adalah bagian dari
populasi tikus Rattus norvegicus Galur
Sprague Dawley betina dengan memiliki kriteria
inklusi dan kriteria eksklusi.
Kriteria Inklusi :
a.
Jenis
kelamin betina
b.
Umur 2-3 bulan
c.
Berat
badan 200-250 gram
Kriteria Eksklusi : Tikus betina yang sedang bunting
Semua tikus
memperoleh perlakuan yang sama, baik dalam pemberian makanan maupun
minuman.
Besar sampel
didapatkan dengan rumus Hanafiah (1997)
yaitu :
(t-1)(r-1)≥15
Jadi (4-1)(r-1) ≥15
3(r-1) ≥15
3r - 3 ≥ 15
r ≥15 + 3 = 18
r = 18/3
r
= 6 ekor
Keterangan:
T : Jumlah kelompok perlakuan
r : Jumlah hewan coba tiap kelompok
Jadi jumlah sampel
dalam penelitian ini 4 perlakuan x 6 ekor = 24 ekor,
Dengan mempertimbangkan droup out sebesar 10-20%, maka
jumlah sampel sebanyak 30 ekor.
Persiapan hewan percobaan
Sebelum penelitian dimulai, hewan percobaan dilakukan
terlebih dahulu adaptasi selama 2 minggu, disiapkan dan diperiksa siklus
estrusnya dan memastikan hewan tersebut tidak bunting dengan tidak
menggabungkan tikus betina tersebut dengan tikus jantan. Setelah mendapatkan
siklus estrus Rattus norvegicus yang teratur dan tidak bunting
sebanyak 24 ekor, kemudian mulai dilakukan perlakuan sesuai dengan dosis
masing-masing yang telah ditentukan.
Variabel
Penelitian
a. Variabel bebas (independent
variabel) : kurkumin
b. Variabel tergantung (Dependent Variabel): Kadar Hormon Estradiol dan Progesteron
Bahan
dan Alat Penelitian
Bahan penelitian ini adalah :
a. Curcuma
Longa Linn
Curcuma
Longa Linn yang telah dibuang kulitnya diiris
tipis-tipis kemudian dikeringkan dibawah sinar matahari. Tempat pengeringan
dilandasi dengan kain bewarna hitam. Setelah kering dibuatkan serbuk dengan
alat penghalus " Willey Mill" dan diayak untuk memperoleh serbuk yang
homogen ( Sutiyarso, 1992 ) Seratus gram serbuk kurkumin diekstraksi dengan 300
ml alkohol 96% dalam sochlet selama 3
hari.
Ekstrak cair yang diperoleh diuapkan sampai diperoleh ekstrak kental Kurkumin yang bebas alcohol dengan cara penyulingan degan menggunakan Evaporator
sampai pelarut/etanol habis..
b.
Aquades Steril
c.
Makanan tikus
Alat Penelitian
a.
Tempat makan dan minuman tikus
b.
Bahan
pengukuran Metode RIA Kit
c. Kandang
tikus 4 buah untuk memelihara hewan percobaan dengan ukuran 100 cm x 100 cm pada setiap masing-masing
perlakuan, lengkap dengan tempat pakan dan minum.
d.
Sonde
makanan dengan ukuran 5ml untuk pemberian perlakuan
e. Satu set alat bedah untuk membedah hewan perlakuan
f. Timbangan elektrik dengan ketelitian 0,01 gram untuk
menimbang ekstrak kurkumin untuk menimbang berat badan tikus
percobaan sebelum perlakuan
g.
Timbangan (Ohaus) dengan kapasitas 2610
gram untuk menimbang BB tikus.
h. Satu alat fotomikrogafi untuk dokumentasi
i.
Rak dan tabung reaksi untuk menampung sampel
darah.
Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian dilaksanakan selama 6 bulan, untuk pembuatan
ekstrak curcuma longa linn dan perlakuan hewan percobaan dilakukan
dilaboratorium Farmasi
Fakultas Farmasi, sedangkan pemeriksaan hormon dilakukan
di Laboratorium Biokimia Fakultas Kedokteran universitas Andalas Padang.
Prosedur Penelitian
Tikus dibagi menjadi 4 kelompok, yang dikandangkan
secara terpisah . Tiap kelompok diberi perlakuan sesuai dengan kategorinya.
Pemberian ekstrak kurkumin diberikan berdasarkan dosis aman Curcumin
Longa Linn yang dikonsumsi oleh manusia, yaitu 250 mg/hari (Kathi et al,1999). Selanjutnya
dosis yang digunakan sebagai standar perlakuan adalah 250 mg/kgbb, kemudian
dosis perlakuan yang rendah diambil setengah dari dosis standar yaitu 125
mg/kgbb sedangkan dosis tinggi dinaikkan 2 kali dosis standar yaitu 500
mg/kgbb.
Pemberian
dosis ekstrak kurkumin untuk tikus dengan menggunakan tabel perbandingan luas
permukaan tubuh hewan percobaan untuk konversi dosis manusia dengan berat badan
50 kg ke berat badan tikus 200 gram (Kusumawati,2004) adalah 0,018. Dosis yang
diberikan terdiri dari 3 kategori dengan perhitungan yaitu 125, 250, 500 mg per kgbb perhari pada manusia. \
Dengan demikian perhitungan konversi
dosis Curcumin Longa Linn pada tikus dengan
perbandingan bbtikus/berat badan manusia (mg/kg) adalah sebagai berikut :
1.
P1 : 125 mg x 0.018 = 2,25 mg/200 grbbtikus/hari, dengan demikian
konsentrasi yang diberikan pada tikus adalah 2,25/10 mg x 10 ml = 2,25ml/hari
2.
P2
: 250 mg × 0,018 = 4,5 mg/200
grbbtikus/hari, konsentrasi yang diberikan adalah 4,5 mg/20 mg x 10 ml = 2,25
ml/hari
3.
P3 : 500 mg x
0,018 = 9 mg/200
grbbtikus/hari, maka konsentrasi yang diberikan adalah 9 mg/40 mg x 10 ml =
2,25 ml/hari
4.
Kontrol hanya diberi dengan makanan dan
minuman seperti biasa (pakan tikus dengan jenis yang sama)
Pemberian ekstrak kurkumin
dilakukan dengan menggunakan semprit
oral 1 kali sehari dengan dosis yang sesuai kategorinya masing-masing, pada jam
yang sama selama 12
hari atau dua kali siklus estrus. Sebelum diberi perlakuan tikus ditimbang
berat badannya terlebih dahulu.Tikus
yang dibuat sebagai hewan percobaan adalah hewan yang telah disesuaikan dengan
kriteria inklusi dan eksklusi. (Kusumawati,2004)
Pembedahan Hewan dan Pengambilan Sampel Darah
1.
Sebelum
pembedahan hewan, dilakukan pembiusan dengan cara meletakkan obat pada dasar
stoples, kemudian hewan dimasukkan dan wadah ditutup. Apabila hewan sudah
kehilangan kesadarannya lalu dikeluarkan dan dapat mulai di bedah.
2.
Darah
hewan diambil dari vena cava inferior, kemudian di tampung kedalam gelas ukur.
3. Gelas
ukur yang berisikan darah di letakkan di rak tes tube dan di diamkan selama
kurang lebih 10 menit.
4. Setelah
itu dilakukan sentrifus 3000 RPM selama 15 menit untuk memisahkan serum darah
5. Pembedahan
dan pengambilan darah dilakukan pada siklus estrus dengan ciri-ciri ; Tikus
percobaan tampak gelisah, tidak tenang dan lebih aktif dengan kata lain cari
perhatian pada tikus jantan,vagina merah dan bengkak.
6. Serum
darah kemudian di pisahkan ke gelas ukur yang baru dan selanjutnya akan
dilakukan pengukuran kadar hormon.
Pengukuran
Hasil Penelitian
a.
Pengukuran
hasil kadar hormon estradiol
dilakukan dengan menggunakan RIA (RadioImmunoAssay),
Caranya :
1.
Seimbangkan reagen-reagen dan sampel
pada ruangan sebelum di gunakan.
2.
Beri label tabung “coated” pada duplikat
setiap standar (S1-S6), serum control dan
sampel.
3.
Homogenkan seluruh reagen dan sampel
dengan mixer vortex berkecepatan lambat untuk menghindari terjadinya busa.
4.
Pipet
100µl standar, control dan sampel kedalam tabung-tabung sesuai dengan nama
label yang tertera. Gunakan rak untuk menempatkan tabung, jangan sampai
menyentuh atau menggores bagian bawah dalam tabung dengan tip pipet/tip yellow.
5.
Pipet
500 µl tracer ke dalam masing-masing tabung.
6.
Homogenkan
kembali dengan mixer vortex. Tempatkan
rak tabung test dengan baik hingga fix pada plate shaker. Hidupkan shaker dan
sesuaikan kecepatannya sesuai keperluan sebagaimana bahwa cairan berotasi atau
di kocok secara konstan pada setiap tabung.
7.
Inkubasi
seluruh tabung selama 3 jam, kocok pada temperature ruangan.
8.
Balikkan
rak tabung pada posisi semula, dan ulangi langkah ke 8 sebanyak lebih dari 2
kali.
9.
Hitung
setiap tabung selama paling kurang 60 detik pada gamma counter.
10.
Hitung
kadar hormon estradiol dari sampel tersebut sebagaimana yang
dideskripsikan dari hasil.
b.
Pengukuran hasil kadar hormon Progesteron dilakukan
dengan menggunakan RIA (RadioImmunoAssay),
Caranya :
1.
Setimbangkan
reagen-reagen dan sampel pada ruangan sebelum di gunakan.
2.
Beri label tabung “coated” pada duplikat
setiap standar (S1-S6), serum control dan sampel.
3.
Homogenkan seluruh reagen dan sampel
dengan mixer berkecepatan lambat untuk menghindari terjadinya busa.
4.
Pipet
100µl standar, control dan sampel kedalam tabung-tabung sesuai dengan nama
label yang tertera. Gunakan rak untuk menempatkan tabung, jangan sampai
menyentuh atau menggores bagian bawah dalam tabung dengan tip pipet.
5.
Pipet
100 µl tracer ke dalam masing-masing tabung.
6.
Tempatkan
rak tabung test dengan baik hingga fix pada plate shaker. Hidupkan shaker dan sesuaikan kecepatannya sesuai
keperluan sebagaimana bahwa cairan berotasi atau di kocok secara konstan pada
setiap tabung.
7.
Inkubasi
seluruh tabung selama 2 jam, kocok pada temperature ruangan.
8.
Tambahkan
2 ml buffer wash yang telah di encerkan kedalam masing-masing tabung. Tuangkan
supernatant dari seluruh tabung dengan membalikkan rak tabung. Pada posisi bagian atas yang berada di bawah, tempatkan
rak pada kertas absorbent selama 2 menit.
9.
Balikkan
rak tabung pada posisi semula, dan ulangi langkah ke 8 sebanyak lebih dari 2
kali.
10.
Hitung
setiap tabung selama paling kurang 60 detik pada gamma counter.
11.
Hitung
kadar hormon progesteron dari sampel tersebut sebagaimana yang
dideskripsikan dari hasil.
Analisa
Data
Hasil
penelitian diolah secara statistik dengan menggunakan uji ANOVA dengan derajat
kepercayaan 99
%, Jika didapatkan hasil yang bermakna, maka uji statistik dilanjutkan dengan
Multiple Comparisons (Post hoc Test jenis Bonferroni). (Singgih, 2005).
HASIL PENELITIAN
Penelitian ini dilakukan pada Tikus
Putih Betina (Rattus Norvegicus)
mengenai pemberian ekstrak Curcuma Longa
Linn dengan berbagai dosis. Sebelum dilakukan uji statistik, maka terlebih dahulu di lakukan uji
normalitas data dengan Kolmogorov Smirnov.
Tabel 1. Hasil Uji Normalitas Data kadar hormon
estradiol dan progesteron tikus putih betina (Rattus Norvegicus) kelompok kontrol dan kelompok perlakuan Curcuma Longa Linn
Kelompok
|
Nilai rata-rata
kadar hormon estradiol (p)
(pg/ml)
|
Nilai rata-rata
kadar hormon progesteron (p)
(ng/ml)
|
K (kontrol)
P1
P2
P3
|
0,95
0,91
0,93
0,99
|
0,76
0,14
0,65
0,73
|
Dari tabel 1 terlihat bahwa
nilai p kadar hormon estradiol dan progesteron semuanya lebih besar
dari 0,01.
Distribusi data memenuhi asumsi normal, oleh karena itu akan di lanjutkan
dengan uji parametric (ANOVA).Hasil uji ANOVA
menunjukkan adanya perbedaan yang sangat signifikan (P<0,01)
Kadar
Hormon Estradiol
Tabel 2. Rata-rata kadar
hormon estradiol tikus putih betina (Rattus
Norvegicus)
kelompok
kontrol
dan kelompok perlakuan Curcuma Longa Linn
Perlakuan
|
Kadar Estradiol (pg/ml)
|
Rata-rata
|
SD
|
||
Minimun
|
Maksimum
|
||||
Kontrol
PI (2,25mg/hari)
PII (4.5 mg/hari)
PIII (9 mg/hari)
|
1520
970
820
540
|
1730
1300
893
760
|
1643,33
1089,50
862,00
682,17
|
76,59
136,68
27,98
74,30
|
|
Berdasarkan Tabel 2 terlihat adanya perbedaan rata-rata kadar hormon estradiol pada tikus putih betina
(Rattus norvegicus) antara kelompok kontrol dengan kelompok perlakuan Curcuma Longa Linn.
Rata-rata
penurunan kadar hormon estradiol pada tikus putih betina dapat dilihat pada
grafik 1 dibawah ini.
Grafik 1. Penurunan kadar estradiol kelompok kontrol dan kelompok perlakuan
Curcuma Longa Linn pada tikus putih betina (Rattus Norvegicus)
Dari
grafik 1. terlihat bahwa terjadi penurunan kadar hormon estradiol antara
kelompok kontrol dengan kelompok perlakuan. Dimana semakin tinggi dosis
perlakuan semakin rendah kadar hormon estradiol,mulai dari kontrol sampai
perlakuan III (1643,33 – 1089,50 – 862,00 – dan 682,17), hal ini menunjukkan perbedaan sangat nyata
(p<0,01), berarti terdapat perbedaan yang sangat signifikan kadar hormon
estradiol antara kelompok kontrol dengan kelompok perlakuan Curcumin Longa Linn. Oleh karena itu uji statistik dilanjutkan
dengan Multiple Comparisons (post hoc test) jenis Bonferroni dan
hasilnya dapat di lihat pada tabel 5.3.
Tabel 3. Hasil Uji Multiple
Comparisons terhadap kadar
hormon estradiol pada tikus putih betina dewasa (Rattus
norvegicus) setelah perlakuan Curcuma
Longa Linn
Perlakuan Curcumin Longa Linn
|
Mean Difference
|
Sig.
|
|
Kontrol
|
P
I
P
II
P
III
|
553,83
781,33
961,17
|
0,000
0,000
0,000
|
Dari tabel 3 terlihat bahwa rata-rata kadar estradiol antara kelompok kontrol dengan
kelompok perlakuan menunjukkan perbedaan yang sangat signifikan. Perbedaan tersebut bermakna (p<0,01) di mulai pada Perlakuan I,II dan III
atau 2,25mg/hari, 4,5 mg/hari
dan 9 mg/hari.
Kadar Hormon Progesteron
Tabel 4. Rata –rata kadar hormon progesteron pada
tikus putih betina
(Rattus norvegicus) setelah perlakuan Curcuma
Longa Linn
Perlakuan
|
Kadar Progesteron (ng/ml)
|
Rata-rata
|
SD
|
||
Minimun
|
Maksimum
|
||||
Kontrol
PI (2,25mg/hari)
PII (4.5 mg/hari)
PIII (9 mg/hari)
|
97
68
59
48
|
192
68
77
56
|
130,33
86,17
68,33
52,83
|
36,90
10,23
6,25
3,13
|
|
Berdasarkan Tabel 4 diperoleh kadar hormon progesteron pada
tikus putih betina (Rattus norvegicus) berbeda antara
kelompok kontrol dengan kelompok
perlakuan Curcuma Longa Linn.
Rata-rata penurunan kadar progesteron antara kelompok kontrol dengan
kelompok perlakuan Curcuma Longa Linn,
dapat dilihat pada grafik 2
Grafik 2. Penurunan
kadar progesteron kelompok
kontrol dan kelompok
perlakuan Curcuma Longa Linn pada tikus putih
betina (Rattus
Norvegicus)
Dari grafik 2 terlihat kecenderungan penurunan
rata-rata kadar hormon
progesteron pada tikus putih betina
(Rattus norvegicus) setelah
perlakuan Curcuma Longa Linn, kadar hormon estradiol mulai dari kelompok kontrol sampai dengan kelompok perlakuan
III adalah 130,33 – 86,17 – 68,33 – dan 52,83. Dari tabel uji ANOVA
didapatkan nilai p<0,01 yang berarti terdapat perbedaan yang sangat
signifikan kadar hormon progesteron antara kontrol dengan perlakuan Curcuma Longa Linn. Oleh karena itu uji
statistik dilanjutkan dengan Multiple Comparisons (post hoc test) jenis
Bonferroni dan hasilnya dapat di lihat pada tabel 5.
Tabel 5. Hasil Uji Multiple
Comparisons terhadap kadar
hormon progesteron pada tikus putih betina (Rattus
norvegicus) setelah perlakuan Curcumin
Longa Linn
Perlakuan Curcumin Longa Linn
|
Mean Difference
|
Sig.
|
|
Kontrol
|
P
I
P
II
P
III
|
44,167
62,00
77,5
|
0,005
0,000
0,000
|
Dari tabel 5. dapat dilihat perbedaan rata-rata yang sangat signifikan (p<0,01) antara kontrol dengan perlakuan I, dengan
perlakuan II dan perlakuan III. Perbedaan rata-rata kadar hormon Progesteron juga terlihat, dimana
semakin besar perlakuan semakin besar
tingkat perbedaan rata-ratanya.
PEMBAHASAN
Kadar Hormon Estradiol dengan Curcuma Longa Linn
Dari hasil
penelitian menunjukkan bahwa terjadi perbedaan kadar hormon estradiol setelah
dilakukan perlakuan Curcuma Longa Linn
dengan beberapa tingkat dosis pada tikus putih betina (Rattus
norvegicus). Terlihat kecenderungan penurunan rata-rata kadar hormon
estradiol pada tikus putih betina (Rattus norvegicus) setelah perlakuan Curcuma Longa Linn mulai dari kontrol
sampai dengan perlakuan III (1643,33 – 1089,50 – 862,00 – dan 682,17).
Secara statistik
dengan menggunakan uji ANOVA
diperoleh perbedaan rata-rata jumlah yang sangat signifikan (p<0,01) antara kelompok kontrol
dengan kelompok perlakuan I,II dan III. Untuk mengetahui perbedaan yang sangat
signifikan antara kontrol dengan masing-masing perlakuan,maka dilakukan uji Multiple
Comparisons (post hoc test).
Penelitian
Maligalig dkk. pada tahun 1994 telah membuktikan adanya aktivitas estrogenik dari infus rimpang C.
Domestica/Curcuma Longa Linn. Hal tersebut diduga berasal dari
kandungan fitosteroid berupa kampesterol, sitosterol, dan stigmasterol. Ketiga
senyawa fitosteroid tersebut memiliki kemiripan struktur dengan kolesterol yang merupakan prekursor pembentukan
hormon seks, salah satunya hormon estrogen. ( Ismadi 1993)
Curcuma
Longa Linn dilaporkan sebagai
inhibitor siklooksigenase-2 (COX-2) dapat menghambat biosintesis prostaglandin. Kurkumin yang merupakan kandungan terbesar dari Curcumin Longa Linn meningkatkan aktivitas apoptosis pada kultur sel
granulosa berbagai ukuran folikel ovarium (Nurcahyo dan Soejono, 2001). Dengan terjadinya apoptosis pada folikel ovarium maka
produksi corpus luteum terganggu sehingga
proses biosintesis estradiol menjadi terhambat .Penurunan estradiol mengakibatkan sel ovum menjadi involusi atau
tidak matang sehingga
terjadi proses menstruasi.(Aron,1997)
Kadar Hormon Progesteron dengan Curcuma Longa Linn
Kadar hormon progesteron pada tikus
putih betina (Rattus norvegicus) berbeda antara kelompok kontrol dengan
kelompok perlakuan Curcuma Longa Linn. Terlihat kecenderungan penurunan rata-rata
kadar hormon progesteron pada tikus putih betina (Rattus
norvegicus) setelah perlakuan Curcuma
Longa Linn mulai dari kelompok kontrol sampai dengan kelompok perlakuan III
yaitu 130,33 – 86,17 – 68,33 – dan 52,83.
Penurunan kadar hormon progesteron setelah perlakuan
dengan Curcumin Longa Linn adalah
karena sintetis prostaglandin dihambat oleh kurkumin melalui penghambatan
cyclooxigenase. Hastati, (2006) menduga bahwa penghambatan cyclooxigenase
tersebut terjadi karena kurkumin diduga mempunyai struktur molekul dan reseptor
yang mirip dengan prostaglandin. Prostaglandin berperan dalam desidualisasi
endometrium, jumlah implantasi embrio dipengaruhi kesiapan endometrium. (Miils,
2000).
Prostaglandin merupakan suatu vasokonstriktor kuat dan
menyebabkan kontraksi uterus dan vasodilatasi (Ganong,2003). Uterus yang mengalami Vasokonstriksi mengakibatkan
gangguan dalam pembentukan corpus luteum yang bertugas memproduksi hormon
Progesteron. Korpus luteum menjadi terganggu melakukan sintesis progesteron, sehingga kadar Progesteron menjadi rendah yang akhirnya
mengganggu proses oogenesis.
KESIMPULAN
Dari hasil penelitian dengan pengaruh kadar hormon
estradiol dan progesteron pada tikus betina (Rattus
Norvegicus) setelah Perlakuan Curcumin
Longa Linn dapat disimpulkan sebagai berikut :
1. Terdapat penurunan kadar hormon
estradiol pada tikus putih betina setelah dilakukan pemberian Curcumin Longa Linn
2. Terdapat penurunan kadar hormon progesteron tikus putih
betina setelah
dilakukan pemberian Curcumin Longa Linn
SARAN
Berdasarkan hasil
penelitian, pembahasan dan kesimpulan diatas maka disarankan agar Curcuma Longa Linn dapat
diajukan sebagai bahan alat kontrasepsi alamiah.
DAFTAR PUSTAKA
Adnan, 2006. Reproduksi dan Embriologi. Jurusan Biologi FMIPA UNM.
Makassar.
Adnan P, A. Azis, 2006. Penuntun Praktikum Reproduksi dan
Embriologi. Jurusan Biologi FMIPA UNM. Makassar.
Ahmad W. Pratiknya,2007. Dasar – Dasar
Metodologi Penelitian Kedokteran dan Kesehatan, Jakarta, Raja Grafindo Persada.
Alimul A, 2007. Metode Penelitian Kebidanan dan
Teknis Analisis Data, Jakarta, Salemba Medika.
Andon Hestiantoro,2009. Poro HP dalam
regulasi sistem
reproduksi wanita
Divisi Imuno
endokrinologi Reproduksi Departemen Obstetri dan Ginekologi Fakultas
Kedokteran Universitas
Indonesia,Jakarta
Arikunto, Suharsimi 2002. Prosedur Penelitian
suatu Pendekatan Praktek, Jakarta, Rineka Cipta.
Aron D.C, dan Findling, J.W,
1997.Hipothalannus & pituitary. In Francis S.Gand Gordon J.S (eds), Basic
and Clinical Endocrinology. 5th ed. London
Prentice-Hall International Inc.
Azhar
M. A, 2010. Revitalisasi KB dan Peran TNI. Retrieved May 30, 2010,
from Kependudukan: http://blog.analisisinsure.com/?p=53
Baziad A, 2003. Endokrinologi ginekologi. Edisi kedua. Jakarta: Media
Aesculapius Fakultas kedokteran Universitas Indonesia.
Beckham N, 1999.The Australian family guide to natural therapies.
Penguin Book Australia,
Behrman
H.R, Romero, R.,1995.
Prostaglandin and Prostaglandin like Products in Reproduction: Elicosanoids,
Peroxides and Oxygen Radicals. ln:Yen S.S.C., Jaffe, R.B., Eds. Reproductive
Endocrinology: Physiology. Patho-physiology and Clinical Management. 3rd
ed. WB Saunders Co, USA.
Bevelender, 1988. Dasar-Dasar Histologi.
Erlangga. Jakarta.
Bhisma Murti, 1996. Penerapan Metode
Statistik Non Parametrik dalam Ilmu – ilmu Kesehatan, Jakarta, Gramedia Pustaka
Utama.
Braunstein
G.D, 1997.Testes. In Francis S.G and ordon J.S (eds), Basic and Clinical Endocrinology. 5th ed. .London: Prentice-Hall International Inc.
Campbell, Kecce,
Mizchell, 2004. Biologi. Erlangga. Jakarta.
Chattopadhyay I, Biswas K, Bandyopadhyay U,
Banerjeel RK. 2004. Turmericand
curcumin: Biological actions and medicinal applications. Current Sci.
Cunningham FG,
Mac Donald PC, Gant NF. Williams 1995.obstetri. Edisi ke-18. Jakarta: EGC
Dalimartha
Setiawan, 2008. Atlas tumbuhan obat Indonesia Jilid 6, Hidup Sehat Alami Dengan
Tumbuhan Berkhasiat.
Departemen Kesehatan RI, Jakarta, 1983. Memanfaatkan
tanaman obat. Edisi
III.
Dept. of medical
scinces, Ministry of Public Health. Thailand, 1990. Manual of
Medicinal plant for primary health care. Division of medical plant research and
development.
Ganong F.
William 2003.
Buku Ajar Fisiologi Kedokteran (Riview
of Medical Physiology) Edisi 20, EGC Jakarta
Ganong F.
William 2001.
Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Edisi 20, EGC Jakarta
Gilbert F.H. 2006. Pertumbuhan dan perkembangan hewan percobaan, Fakultas
Pertanian Universitas Indonesia, Jakarta
Greenspan,
F.S dan Strewler,1997. G.D. Appendix. In Francis S.G and Gordon J. S (eds), Basic and Clinical Endocrinology. 5th
ed. London: Prentice-Hall International Inc
Guyton dan Hall.
1997. Fisiologi Kedokteran Edisi 9. Jakarta:
Penerbit Buku Kedokteran (EGC).
Hanafiah, 1997. Rancangan Percobaan Teori dan Aplikasi. Fakultas Pertanian Universitas
Sriwijaya Palembang
Huang,
M.T et al., 1995. Inhibitory
Effects of curcumin on
Tumorogenesis in Mice. In :
Recent Developments in
Curcumin Pharmacochemistry,
Pramono et al., Proceeding Of The International Symposium
on Curcumin Pharmacochemistry (ISCP), Aditya
Media., Yogyakarta
Ismadi M.S.D, 1993. In: R. Montgomery et al.,Biochemistry: A
case-oriented approach, Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.
Jayaprakasha et al., 2005.
Chemistry and biological activities of C. longa. Trends
in Food Science and Technology
Jayaprakasha et al., 2006. Antioxidant activities
of curcumin, demethoxycurcumin and bisdemethoxycurcumin. Food Chemistry.
Jovanovic S. V et
al., 2001. How curcumin works prefentially with water soluble
antioxidants. J. Am. Chem. Soc.
Kusumawati
Diah, 2004. Bersahabat dengan Hewan Coba, Gajah Mada University Press
Kuswinarti
et al., 2002. Dasar Pemilihan Tanaman Obat Tradisional
L. Ambiono, 2002. Skripsi
S-1 Departemen Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
Universitas Indonesia, Depok,.
Linde.
R dan Goshin J.P, 1994. Reproduction. In James P.G. Lawrence V.B (eds),
immunoassay Laboratory Analysis and Clinical Application. Boston
Butterworth-Heineman
Mills, S. 2000. Principles And
Practice of Phitotherapy Modern Herbal Medicine. London: Churchill
Livingstone.
Notoatmodjo S, 2002. Metodologi Penelitian
Kesehatan, Jakarta, Rineka Cipta.
Rahardjo M dan O. Rostiana. 2005. Budidaya Tanaman Kunyit. Sirkuler
no. 11. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Balai
Penelitian Tanaman Obat dan Aromatika.
Sastrapraja dkk, 1980. Tanaman pekarangan. Lembaga Biologi Masional LIPI. Balai
Pustaka, Jakarta
Sheerwood Lauralee 2001, Fisiologi Manusia dari sel ke sistem, Edisi
kedua EGC Jakarta
Shihab A.2005.Latar Belakang diakses dari menkokesra.go.htm
Sidik dkk. Temulawak (Curcuma
zantorrhiza Roxb): Botani, etnobotani, kimia farmakologi, dan pemanfaatannya
dalam kesehatan.
Singgih S. 2005. Menggunakan SPSS untuk Statistik Parametrik. PT Elex Media
Komputindo. Jakarta
Speroff L, Glass RH, 2005. Case NG, Abnormal Puberty and Growth Problems, Cli
Endocrinology Gynecology and Infertility, 7 th edition, Lippincott
Sugiyono
, 2007. Statistik untuk
Penelitian, Jakarta, Alfabeta.
Suherman KS,
1995.
Farmakologi dan terapi. Edisi ke-4 Jakarta: Bagian Farmakologi FK-UI,
Sumiyati T dan I. K. Adnyana, 2002. Kunyit, Si Kuning Yang
Kaya Manfaat. http://www.pikiranrakyat. com/cetak/0704/22/cakrawala/lainny a02.htm BSS_194_
Syaifuddin,1992. Anatomi dan Fisiologi Untuk Perawat Edisi 2.
Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran (EGC)
Syukur C dan Hernani, 2001. Budi Daya Tanaman
Obat Komersial. Jakarta: Penebar
Swadaya.
Ville, Warnes, Barnes, 1989. Zoologi Umum Jilid I Edisis Keenam. Erlangga.
Jakarta.
Watson, R. 1995. Anatomi dan Fisiologi Untuk Perawat Edisi
10. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran (EGC).
Wibowo B, 1994. Ilmu kandungan. Edisi ke-2. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka
Williams & Wilkins,Syahrum, Kamaliddin, Tjokronegoro, 1994. Reproduksi
dan Embriologi FKUI. Jakarta
Winarto WP, 2003. Khasiat dan Tanaman
Kunyit. Jakarta: PT Agromedia Pustaka.
Yanwirasti,
2008. Langkah-langkah Pokok Penelitian Biomedik. Universitas Andalas Padang
Yatim, 1994. Reproduksi dan Embriologi. Tarsito. Bandung.
Terimakasih kusampaikan untuk :
·
Ayah dan
Bunda tersayang, Abang, Kakak serta Adik-adikku begitu besar arti doa dan
dukungan kalian
·
Suamiku
Supriyatna dan kedua putriku Nikita Aurelia Putri dan Anisa Rocha Sabrina atas
bantuan,doa dan kasih sayang serta ketabahan kalian
·
Sahabat –
sahabatku mahasiswa Pasca Sarjana Unand Angkatan 2008, terutama jurusan
Reproduksi Kedokteran, 6terimakasih atas kerjasama dan dukungan kalian selama
ini